
Review Kisah untuk Dinda – Erisca Febriani
Siapa yang penasaran dengan lanjutan Kisah untuk Geri (2019)? Berhubung seriesnya sudah mau tamat, tentu kamu jadi penasaran dengan kelanjutan kisah mereka berdua. Nah, beruntung Erisca Febriani sudah selesai menulis kelanjutan kisah Geri dan Dinda di platform storial.co. Kamu bisa banget bacanya di sana.
Sebenarnya belum lama ini dibuka juga pre order novel ini. Buat kamu yang ketinggalan masa PO-nya (seperti saya), bisa banget baca daring di storial, hanya butuh 440 koin kok.
Sinopsis Kisah untuk Dinda
“Semua orang hidup di dunia ini pun butuh bantuan orang lain, kamu nggak bisa terus-terusan mengandalkan diri sendiri saja.”
Apakah kamu masih ingat bagaimana akhir kisah Geri dan Dinda di buku pertama? Nah, kisah dua sejoli itu berlanjut dengan konflik yang berbeda.
Diceritakan bahwa mereka sudah lima tahun berpacaran dan sudah bertunangan. Geri sudah sukses memimpin Alfirasa, perusahaan gim terkemuka. Sedangkan Dinda bekerja di salon Lucy, milik Iren (kakak Geri) dan baru saja mendapat promosi menjadi wakil direktur. Selain itu, dia juga memiliki sebuah toko bunga kecil. Keduanya sudah sukses di jalan masing-masing.
Namun, karena suatu hal, mereka memilih jalan berbeda. Prinsip yang bersebrangan, tak ada yang mengalah, membuat semua berubah. Dinda dan keras kepalanya, ditambah dengan sikap peduli Geri yang tak bisa diterima cewek itu, membuat keduanya menjauh.
Terlebih, Raini kembali muncul dengan segala alasan logis atas sikap di masa lalu, menambah semrawut hubungan mereka. Perempuan itu ingin melanjutkan hubungan yang dulu sempat terpaksa putus di tengah jalan. Prasangka bermunculan, mencipta jarak yang nyata. Lalu, bagaimana kelanjutan Kisah untuk Dinda?
Review Kisah untuk Dinda
“Setiap orang punya zona waktu masing-masing, nggak ada yang lebih cepat atau pun lebih lambat.”
Erisca Febriani mengemas novel sekuel ini sangat menarik, jauh lebih baik dari buku pertama. Eksekusi alur dan konflik terasa sangat tuntas. Tentu kamu masih ingat, betapa tanggung penyelesaian konflik yang disuguhkan di buku sebelumnya. Beruntung, dalam buku ini semua diperbaiki, tanpa menghilangkan kesan manis dalam ceritanya.
Perkembangan karakter Geri dan Dinda juga nampak terlihat. Mereka menjadi semakin dewasa dalam bersikap, meskipun tetap muncul momen-momen yang membuat pembaca gemas. Malu-malu, cemburu, atau menyangkal rasa yang menggebu-gebu. Terutama Geri ya, saya rasa karakternya cukup kuat. Dia bisa mendinginkan Dinda yang berapi-api.
Geri dan Dinda dewasa ini sering ditemukan dalam dunia nyata. Di mana ekspektasi dan realita bertemu, memaksa keduanya berjalan di jalur yang sama. Masing-masing merasa bahwa yang dilakukannya adalah hal terbaik. Padahal, kacamata yang digunakan berbeda, tentu hasilnya juga tak semanis yang diduga.
Permasalahan yang dihadirkan dalam buku ini juga sangat relateable. Harga diri adalah salah satu hal mendasar dalam kita bersikap. Penulis menggunakan itu untuk membawa cerita bergulir menjadi lebih seru.
Dinda, seorang keras kepala yang begitu mandiri, tak mau berbagi masalah dengan orang lain, bertemu dengan Geri yang tak tega melihatnya hidup susah. Tentu Geri akan melakukan apa pun agar kekasihnya itu bahagia dan merasa nyaman. Namun, niat baik itu salah dimengerti Dinda.
Motif masing-masing tokoh dalam mengambil keputusan terasa sangat logis. Ketika si karakter mengambil sikap yang bukan idealnya dilakukan, saya tetap setuju dengan keputusannya.
Baca juga: Review Kisah untuk Geri (2019)
Observasi Lingkungan yang Sukses
“Perselingkuhan dia ada di luar kendali kamu, mau bagaimana pun caranya kamu menjaga dia, kalau memang mau berselingkuh. Ya sudah semua pasti selingkuh.”
Saya merasa penulisan novel ini cukup matang. Risetnya terasa ketika saya membaca, berbeda bila dibandingkan dengan buku sebelumnya. Hasil observasi terhadap problem yang dihadapi para dewasa muda terasa pas, sesuai fakta.
Buku ini seperti rangkuman dari permasalahan para dewasa muda. Mengenai impian, cita-cita, standar kesuksesan, perjuangan, jodoh, dan privilege. Seolah penulis ingin menyuarakan bahwa kebanyakan opini dan standar yang beredar di masyarakat itu nggak realistis. Hal ini membuat saya secara personal sangat memahami hal yang ingin Erisca sampaikan.
Menurut saya, gaya bercerita Erisca dalam novel ini agak berbeda. Namun, tetap renyah dan nyaman untuk diikuti. Menurutmu bagaimana? Bisa jadi karena genrenya lain dengan buku terdahulu. Biasanya, dia menulis kisah remaja dan segala kenakalannya. Namun, kali ini Erisca menulis kisah romansa dewasa muda, atau apakah boleh saya menyebutnya chicklit?
Meskipun menurut saya secara umum novel ini sudah baik, tetap ada hal minor seperti kesalahan penulisan masih ditemukan. Semoga saja di buku cetaknya, beberapa kesalahan pengetikan itu bisa diperbaiki.
Penutup
“Nikah bukan hanya soal cinta, kan? Ada usaha buat saling ngerti dan berusaha nurunin ego di dalamnya.”
Menurut saya, Erisca menutup Kisah untuk Dinda dengan baik. Semua konflik telah dituntaskan. Akhir cerita keduanya juga sangat manis. Sebagai pembaca, saya cukup lega saat menamatkannya.
Akhir kata, saya beri 4 dari 5 bintang untuk Kisah untuk Dinda. Buat kamu yang penasaran, bacalah, maka kamu akan ikut senyum-senyum seperti saya.
Namun, satu pertanyaan saya. Apakah akan ada buku ketiga?
Baca Juga: Review Thank You Salma (2019)
2 comments found