“Enak ya, jadi guru waktu pandemi seperti sekarang. Nggak usah ngajar! Kan yang ngajar sekarang orang tua, bukan guru!” Pernahkah kamu mendengar celetukan seperti itu? Mungkin ada banyak orang yang
“Enak ya, jadi guru waktu pandemi seperti sekarang. Nggak usah ngajar! Kan yang ngajar sekarang orang tua, bukan guru!” Pernahkah kamu mendengar celetukan seperti itu? Mungkin ada banyak orang yang
Aku melihatnya dari balik pintu Gadis kecil berjilbab biru Menari dalam tatapan kosong Tertawa dalam kesendirian Ditemani daun yang luruh meninggalkan rumahnya Kadang ia menggigil Lebih banyak ia memanggil Tuhan,
Setiap orang mempunyai dua telinga, tetapi tidak semua orang tahu cara mendengarkan yang baik. Seringkali saya temui, kasus orang yang diajak berbicara, tetapi tidak menunjukan etika mendengar yang tepat. Ada
Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-COV-2) atau akrab disebut korona adalah virus yang sudah delapan bulan ini menjadi momok masyarakat. Virus tersebut pertama kali ditemukan di Wuhan, China pada
Kali ini saya akan mereview sebuah trilogi yang selesai dibaca dua tahun yang lalu. Apa itu? Inilah trilogi Jingga karya Esti Kinasih. Saya sudah lama mendengar kalau katanya novel itu
Empat puluh lima hari Kuberjuang seorang diri Meraba kehidupan Mencari harapan Menemukan cahaya terang Dia, si gadis berambut hitam Hidupnya tak kalah kelam Sorotnya menghalau yang lain untuk tenggelam Menyingkir
Tersisa meja, kursi, dan sedikit kenangan manis Riuh anak berlari ke sana ke mari bersenda gurau bertengkar, dan menangis di sudut kelas Riuh berubah senyap Penyap, semua lenyap Seperti burung
“Apakah hidup ini adil, Rey?” Film yang diangkat dari novel populer kini sudah sering kita temui. Salah satunya adalah film yang akan saya review ini. Rembulan Tenggelam di Wajahmu adalah
Semua telah berubah Rambutmu memutih, tubuhmu membungkuk Kau dulu taat, kini dilaknat Dunia semakin gila sepertimu Berteriak di sepanjang jalan kehidupan Aib kau bagi Bersembunyi dibalik harum melati Bahasamu berubah
Aku merindumu saat malam Mencekikku hingga sulit terbenam Mimpi berubah menjadi begitu mencekam Menerjang, menerkamku dengan kejam Hangatnya tubuhmu selalu kunantikan Menenangkan diriku yang tak karuan Tapi kenapa kau tak