Merdeka! Ikrar Sang Proklamator menggema Mengguncang seluruh penjuru nusantara Mewujudkan mimpi si penderita Bebas! Sebuah janji, tak sekadar imaji Tak lagi diperbudak oleh tangan oligarki kehendak sekutu tak lagi jadi
Merdeka! Ikrar Sang Proklamator menggema Mengguncang seluruh penjuru nusantara Mewujudkan mimpi si penderita Bebas! Sebuah janji, tak sekadar imaji Tak lagi diperbudak oleh tangan oligarki kehendak sekutu tak lagi jadi
Jarum jam kembali berputar Menuju detik-detik putusnya asa, dan mimpi yang sudah kurangkai menjadi hangat baju selalu memeluk mesra semua imaji Puluhan bahasa yang kupelajari Ribuan kosakata yang kuketahui Tak
Tak ada yang paham Diam, bertekur dalam-dalam Bertemu manusia lain layaknya Terperosok ke dalam jurang Sebelah tangan mencoba meraih setitik cahaya yang fana Kaki menjejak barisan udara tanpa senjata Satu,
Kamu adalah padi makin merunduk, makin berisi asam, manis, dan asin sejak biji dan sekarung imaji mengunung di balik punggungmu Dirimu telah menguning menanggalkan hijau segar dan semangat yang berkobar
Seperti udara, aku tak tampak oleh mata tajam sang elang yang mencari mangsa baru di antara ilalang yang menjulang Hadirku begitu semu, bagai angin lalu menyaru bersama embus napas daun
Seorang bocah bertanya pada gemerlap lampu kota mengapa ibu memilih bergelung dalam hangatnya kelopak bunga? menanggalkan belahan hati dan pekik serapah penikmat cerita Air dalam kolam telah mengering Namun luka
Apakah aku salah bila tetap mengharap kepulan asap pada kopi dingin? hangatnya kurindu memeluk sanubari yang terancam mati berselimut beku dan candu Seperti kaki yang bergantian mengayuh impian sampai tujuan
Kuseduh sejumput kegagalan ke dalam cangkir putih kecil hadiah dari Sang Pemberi Kutambah sesendok semangat kasih sayang, dan harapan Gemulai tangan mengaduk perlahan, searah dengan kesepian yang tertinggal sendiri mencicipi
Kamu adalah buku yang lupa kubelikan selusin pena menggores benakmu dengan kenang hingga berubah menjadi kemerlap kunang terbang bebas, menghunus kelamnya diri dalam kolam sepi Tiga, dua, satu, kamu hitung
Puisi ini kutulis pada bulan Juli Bersama aroma kopi dan secangkir kenangan yang kau pesan melengkapi sekarung rindu dan milyaran angan untuk kembali bersamamu Petik gitar mencipta harmoni dan kusutnya