Review Harapan dari Tempat yang Paling Jauh
Kali ini saya hadir dengan review Harapan dari Tempat yang Paling Jauh. Pada awal November, Inggrid Sonya merilis novel terbarunya tersebut. Novel yang dulu dipublikasikan di wattpad ini, naik cetak melalui Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
Menariknya, di sela mood baca yang nggak menentu, saya bisa menyelesaikan novel ini hanya dalam waktu satu hari saja. Wow! Memang yang saya butuhkan adalah buku yang tepat.
Sebenarnya, review ini sudah saya ketik sesaat setelah menamatkannya. Tentu saja karena saya nggak sabar membagikan perasaan saya akan kisah Vanka dan Oliver. Akan tetapi, karena beberapa alasan saya baru bisa merampungkannya hari ini.
Novel Harapan dari Tempat yang Paling Jauh hasil pra pesan ini, memberikan bonus sebuah sapu tangan hitam. Tentu saya bertanya-tanya, kenapa harus sapu tangan hitam? Ternyata ada alasan di baliknya. Sapu tangan ini bisa membuat pembaca menjadi lebih dekat dengan Oliver, Vanka, dan setiap kejadian yang menimpa mereka.
Sepertinya sudah banyak sekali basa basi di atas ya. Yuk, langsung saja saya sampaikan sinopsis novel ini!
Sinopsis Harapan dari Tempat yang Paling Jauh
“Sekecil apa pun, cahaya itu ada. Kamu cuma perlu membuka mata dan mencari keberadaannya. Ketakutanmu tidak akan menyelesaikan masalah, hanya memperburuknya.” (hal 73)
Buku ini menceritakan tentang Vanka yang melakukan segalanya demi ibunya. Ia harus menjadi yang terbaik di sekolahnya. Dia harus berprestasi agar ibunya sudi memaafkannya yang berstatus anak di luar nikah. Karena itu ia selalu belajar tanpa kenal waktu. Dia menjadi seorang remaja yang ambisius, sehingga membuatnya tak memiliki teman kecuali Ben dan Tasya.
Di tengah kerumitan itu, ia malah bertemu dengan Oliver, seorang aktor yang tengah naik daun. Meskipun begitu, ia tetap sekolah, demi membuktikan pada kakeknya bahwa dia adalah remaja yang normal. Cowok itu memiliki banyak ketakutan, yang membuatnya tak betah di sekolah. Dia tak punya teman, apalagi sahabat. Dia terus berpura-pura baik-baik saja, hanya demi kakeknya.
Takdir ternyata mendekatkan kedua orang yang kesepian itu. Membuat mereka memiliki harapan baru untuk tetap bertahan. Harapan yang dapat membuat mereka selamat dari lautan kegelapan.
Baca juga: Review Say Hi! – Inggrid Sonya
Review Harapan dari Tempat yang Paling Jauh
“Di dunia nyata, manusia itu nggak ada yang benar-benar pahlawan atau penjahat. Manusia berubah.” (hal 67)
Saat memutuskan untuk melakukan pra pesan, saya langsung bertanya-tanya, “seberapa kelam kisah tokoh ciptaan Inggrid dalam novel ini?”
Mengingat buku terdahulunya dan sampul buku yang berwarna hitam (seperti biasa), membuat saya cukup yakin bahwa buku ini mungkin akan semuram Tujuh Hari untuk Keshia. Tapi, sebelum saya banyak mengoceh, yuk kita mulai ulasannya.
Pertama, saya suka sekali dengan gambar sampulnya. Sederhana, tampak dalam dan kelam. Apalagi judulnya memberikan petunjuk agar pembaca menyiapkan hati, energi, dan mental. Meskipun begitu saya tetap penasaran, memang seberapa menyedihkan kehidupan para tokohnya?
Rasanya itulah ciri khas novel Inggrid ya. Mulai dari Wedding with Converse hingga novel ini (kecuali Nagra dan Aru tentu saja!) sampulnya dominan warna hitam. Dia memang benar-benar blackiestbook.
Kedua, saya mau bilang… Inggrid! Kenapa kamu tega banget sama Vanka dan Oliver?
Sejak awal, penulis menunjukan bahwa kedua karakter ini tidak baik-baik saja. Mereka sama-sama punya masalah yang terlalu berat untuk ditanggung seorang remaja. Terlebih trauma psikologis masa kecil, seolah menjadi penjara bagi keduanya. Mereka selalu terkekang oleh ketakutan yang membuat mereka selalu memilih langkah mundur.
Kebahagiaan keduanya pun tak lepas, serba tanggung. Inggrid betul-betul pandai memainkan emosi pembaca, di mana bisa membuat kami bahagia (yang terasa ganjil tentu saja), kemudian menghempaskannya begitu saja dalam kepedihan.
Tak heran kalau membaca novel ini membuat saya lelah. Yah, saya lelah mengikuti kisah kedua tokoh utamanya. Bahkan efeknya masih terasa hingga setelah saya menamatkannya.
Saya pikir hanya Tujuh Hari untuk Keshia yang membuat saya sedih nggak ketulungan. Tapi ini juga! Bisa dibilang novel ini lebih pekat dibanding Tujuh Hari untuk Keshia.
Yang Saya Suka dan Nggak Suka
“Sekalipun seluruh dunia ini membenci saya, selama saya benar, akan saya lawan” (hal 47)
Saya suka sekali dengan karakter Vanka yang tegar, kuat, mandiri, berani, cerdas, dan cukup ambisius. Keadaan memaksanya dewasa. Dengan berbagai hal yang menimpanya, dia tetap berdiri tegak, bahkan melawan! Keren banget dah!
Inggrid menggunakan alur maju mundur. Dia menguak sedikit demi sedikit rahasia di antara keduanya. Sangat sabar. Penyebab segala ketakutan Oliver muncul, kesepiannya Vanka, hingga menuntaskan sebuah kasus yang menjadi konflik di sekolah mereka.
Akhir cerita ini realistis. Membuat saya lega? Enggak. Tapi inilah akhir yang paling masuk akal untuk keduannya. Mereka bahagia dengan caranya sendiri. Karena terkadang yang tampak bahagia, nyatanya tak membahagiakan. Sedangkan yang terlihat menyedihkan, justru menggembirakan.
Saya menyukai kisah ini, ya. Saya selalu suka cara Inggrid bertutur dan membawa tokohnya melewati setiap alur. Dia juga berhasil menceritakan harapan dari sudut pandang yang berbeda.
Selama ini, yang kita tahu harapan adalah bara api yang akan membuat lebih semangat menjalani kehidupan. Akan tetapi, novel ini justru menceritakan sebaliknya. Harapan hanya akan menyakiti dan terlalu jauh untuk digapai, hingga membuat tokohnya enggan terlalu berharap.
Oke, selain itu uraian di atas, saya masih menemukan ada beberapa kesalahan pengetikan dalam novel. Nggak signifikan, tapi ada cukup banyak yang nampak. Semoga cetakkan selanjutnya bisa diperbaiki. Di bawah ini beberapa saltik yang saya catat.
Dia baru berhenti saat dia Vanka tidak juga bergerak (hal 140)
Mmakanya saya mau minta tolong sama kamu (hal 190)
Mereka anak-anak yang selalu Adrian hindari, komplotan yang dia benci = Adrian seharusnya Oliver (hal 308)
Sselalu perhatian sama Vanka, padahal dicuekin terus. (hal 308)
Gadis itu Vanka, si pemiliki pantai musim hujannya (hal 374)
Penutup
Kecelakaan dua hari lalu memang disengaja. Tapi kalau saja kalian saling peduli, saling perhatikan satu sama lain, kecelakaan seperti itu bisa dicegah. Oh, tapi saya hampir lupa, kalian kan memang tidak peduli ya.” (hal 289)
Sejujurnya, setelah membaca novel ini saya jadi kepikiran bahwa bisa jadi ada beberapa orang yang… jangankan meraih cita-cita, mereka bahkan tak berani memiliki harapan. Harapan terlalu jauh
Mungkin review Harapan dari Tempat yang Paling Jauh kali sampai di sini dulu. Untuk yang penasaran dengan seberapa kelamnya novel terbaru Inggrid ini, kamu bisa membelinya di sini atau di market place kesayangan kamu.
Akhirnya saya berikan empat dari lima bintang untuk novel ini. Selamat membaca!