[Cernak] Duta Menjaga Mata
Pagi ini, Duta tampak bersemangat. Selepas bangun tidur, ia langsung berlari menuju dapur sambil berteriak, “Ibu! Hapenya ditaruh di mana? Aku mau pinjam!”
“Buat apa, Ta? Ini masih pagi. Lebih baik kamu bantu Kak Rosa menyapu halaman,” sahut ibu dari dapur.
“Enggak! Aku mau ponsel Ibu sekarang!” Anak itu berlari menuju dapur lalu mendekati ibunya sambil cemberut dan melipat tangannya di depan dada.
Ibu hanya bisa bersabar mendapati tabiat putranya. Wanita paruh baya itu mengambilkan hape dan memberikannya pada Duta. “Jangan main lama-lama. Nanti mata Duta sakit.”
Tanpa menghiraukan nasihat ibu, Duta langsung berlari. Bocah itu sangat senang bisa melanjutkan game yang kemarin sudah dimainkannya. Ia bertekad akan menyelesaikannya dengan nilai terbaik.
Sejak pagi hingga sore, Duta tak bosan bermain. Bocah itu lupa salat, makan, belajar, hingga mandi. Ibunya berkali-kali mengingatkan, tetapi tak didengarkan. Ketika ponsel itu coba diambil oleh sang ibu, Duta menangis tersedu-sedu dan merengek agar dikembalikan. Karena trenyuh dan tidak tega, ibu akhirnya memberikannya lagi.
Hari-hari selanjutnya tak jauh berbeda. Sepulang sekolah, Duta selalu meminjam ponsel ibu dan memainkannya hingga larut malam. Berulang kali ibu menegur, tapi diabaikan olehnya.
***
“Sekarang, kalian catat materi yang sudah Bapak tulis di papan tulis ya,” kata Pak Doni, guru kelas Duta.
Saat itu, ia duduk di bangku paling belakang. Anak itu merasa ada yang aneh pada dirinya. Tulisan Pak Doni di papan terlihat kabur hingga tak terbaca olehnya. Dia menengok Nita, teman sebangkunya yang masih asyik menulis. Dahinya mengerut bertanya-tanya, “kenapa Nita bisa melihat tulisan itu dengan baik sedangkan aku tidak?”
“Duta, kamu kenapa malah melihat ke arah Nita? Sekarang waktunya menyalin materi di papan tulis,” tegur Pak Doni.
“Baik, Pak.”
Keanehan itu terus terjadi hingga mengganggu pikiran Duta. Setiap ada tugas untuk menyalin materi yang ada di papan tulis, ia tidak pernah bisa melakukannya sendiri. Dia harus menunggu Nita selesai mencatat, kemudian menyalinnya. Setiap beberapa menit, ia selalu mengecek apakah teman sebangkunya itu sudah selesai mencatat atau belum. Saking seringnya melihat ke arah Nita, Pak Doni yang mulai hafal kebiasaan Duta, kini menanyainya.
“Duta, kenapa akhir-akhir ini kamu sering menyalin catatan Nita?”
“Hmm, tulisan di depan tidak terlihat, Pak. Hurufnya tidak bisa dibaca.”
“Apakah kamu masih bisa melihat tulisan di bukumu dengan baik?” Tanya Pak Doni yang dijawab dengan anggukan oleh Duta.
“Sudah berapa lama kamu merasakan itu, Ta?”
“Beberapa minggu ini, Pak,” jawab Duta takut-takut. “Kira-kira saya kenapa ya, Pak?”
“Sepertinya mata kamu mulai sakit, Nak. Rabun jauh. Mata kamu tidak bisa melihat dengan baik sesuatu yang jaraknya jauh darimu. Apa kamu sering menonton televesi terlalu dekat?”
Duta menggeleng. Akhir-akhir ini ia sudah jarang sekali menonton televisi. Kegiatan favoritnya itu sudah digantikan dengan… bermain game di ponsel ibu.
“Tapi, Pak… saya suka main game di ponsel. Saya biasa main sepulang sekolah hingga malam sebelum tidur, Pak,” jelas Duta.
Pak Doni bergumam seolah menemukan jawaban.
“Anak-anak, bermain ponsel itu tidak dilarang. Akan tetapi bermainlah secukupnya, jangan berlebihan. Kalau kalian bermain ponsel terlalu lama, mata kalian akan cepat lelah dan sakit. Apalagi kalau kalian tidak suka makan sayur!”
“Mata yang sehat adalah anugerah dari Tuhan yang harus kita jaga. Jagalah mata kalian dengan makan makanan yang tinggi vitamin A seperti wortel, brokoli, dan lainnya. Apabila membaca buku atau bermain ponsel, usahakan berjarak kurang lebih 30 cm dari mata.”
“Ini yang penting, jangan paksa mata kalian untuk bekerja! Kalau sudah terasa pedas, panas, dan lelah, segera istirahatkan dengan menutup mata sejenak atau melihat ke arah lain.”
Anak-anak tampak serius mendengarkan nasihat Pak Doni, terutama Duta. Ia sudah melanggar itu semua, sehingga membuat matanya rabun jauh. Ia menyesal karena tidak menghiraukan ibu saat mengingatkannya dulu. Sekarang, ia harus menerima akibatnya.
“Duta, segera ajak orang tuamu ke optik untuk membeli kacamata agar beban matamu tidak bertambah berat. Ingat pesan Bapak tadi ya.”
Esok harinya, Duta berangkat sekolah dengan penampilan baru. Kacamata bergagang coklat tua bertengger di hidungnya. Setelah diperiksakan, ternyata rabun jauhnya sudah minus satu. Sejak saat itu ia berjanji akan menjaga matanya dengan baik. Ia tidak bermain game di ponsel terlalu lama dan mulai membiasakan diri untuk makan sayuran. Duta melakukan semua itu dengan senang hati, agar matanya tetap sehat dan bisa melihat dengan baik lagi.