Kurikulum Merdeka Menjawab Tantangan Zaman
Kali ini saya ingin membahas mengenai kurikulum merdeka. Eh, sebelumnya saya mau tanya dulu nih. Apakah kamu tahu kalau kurikulum pendidikan negara kita sudah ganti lagi? Kalau sudah tahu, coba deh sebutkan nama kurikulumnya.
Yup, betul. Nama kurikulum baru ini adalah Kurikulum Merdeka. Lalu, apa sih pembeda kurikulum ini dengan kurikulum yang lain?
Kurikulum Merdeka
Menurut website Direktorat Sekolah Dasar, kurikulum merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam dan konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Selain itu, guru juga memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat sesuai dengan kebutuhan belajar dan minat siswa.
Uniknya, dalam kurikulum merdeka ada yang namanya Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Projek untuk menguatkan pencapaian profil pelajar Pancasila dikembangkan berdasarkan tema tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah. Projek tersebut tidak diarahkan untuk mencapai target capaian pembelajaran tertentu, sehingga tidak terikat pada konten mata pelajaran.
Setiap sekolah bebas untuk mengembangkan kurikulum ini sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sekolah masing-masing (Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan). Hal ini nanti juga berhubungan dengan adanya P5 yang harapannya dapat menyesuaikan dengan kondisi geografis sekolah.
Betapa kemendikbud sudah berupaya keras agar pendidikan yang ada di Indonesia ini kontekstual. Karena selama ini tidak semua pembelajaran sesuai dengan daerah siswa yang dampaknya akan membuat siswa jadi mengawang-awang saat mempelajari materinya. Meningkatkan wawasan memang baik, akan tetapi bukankah lebih bagus apabila pembelajaran konsep dasar menggunakan sesuatu yang familiar dan ada di sekitar siswa?
Pembelajaran dalam Kurikulum Merdeka
Kurikulum merdeka ini memiliki tujuan agar guru dan siswa sama-sama bahagia saat belajar. Kenapa bahagia? Guru bebas untuk mengembangkan CP, mengelola materi, dan menentukan sistem evaluasinya sendiri.
Kenapa begitu? Para guru adalah ujung tombak pendidikan yang paling mengetahui dan memahami kondisi muridnya. Tentu saja setiap kelas memiliki kondisi yang berbeda-beda, sehingga guru tidak bisa memperlakukannya atau memberi bobot materi yang sama. Nah, karena itu pengembangan dari CP tadi sepenuhnya menjadi kewenangan guru. Pun dengan cara mengajarkannya.
Apabila guru sudah bahagia dalam mengajar, tentunya siswa merasakan dampak positif. Materi mudah dipahami dan sesuai dengan kebutuhan mereka.
Seperti yang sudah saya singgung di atas, bahwa dalam kurikulum baru ini, siswa akan belajar membuat proyek P5. Kemendikbud sudah memberikan pilihan tema dari proyek ini, kemudian dapat kita pilih secara bebas dan mengembangkannya secara bebas pula. Dari P5 ini siswa tidak hanya belajar mengenai akademik saja, tetapi juga keterampilan penting di abad 21. Tak sekadar teori, anak juga belajar untuk langsung praktik nyata.
Bagaimana gambaran pembelajaran P5? Kamu boleh banget baca artikel saya tentang itu di sini ya.
Kelebihan dan Kekurangan Kurikulum Merdeka
Saya cukup gembira dengan terobosan baru oleh kemendikbud ini. Adanya covid semakin membuat kebutuhan akan penyesuaian kurikulum semakin nyata. Learning loss pada anak-anak kita ini menjadikan sebuah pekerjaan rumah yang besar untuk para pelaku pendidikan. Anak-anak menjadi tidak terbiasa membaca, berhitung, sehingga kemampuan mereka cukup menurun. Padahal justru keterampilan literasi dan numerasi sangat penting.
Sebagai seorang pengajar saya merasakannya betul. Dua tahun belajar di rumah nyatanya memberikan dampak yang sangat signifikan pada kemampuan dan kemandirian siswa. Kemampuan literasi, numerasi, dan sains anak hendaknya bisa lebih baik lagi. Inilah tugas kita semua untuk mengatasi masalah tersebut.
Tak ada gading yang tak retak. Betul? Nah, pelaksanaan Kurikulum Merdeka pun demikian. Konsepnya sudah baik dan selaras dengan kebutuhan masa kini. Akan tetapi, terkadang pelaksanaan konsep tersebut di lapangan tak selalu sejalan dengan harapan dari pusat.
Praktik di daerah nyatanya masih mengadakan PTS dan PAS yang seragam untuk satu kecamatan atau kabupaten. Bukankah kurikulum merdeka itu benar-benar memerdekakan guru dan siswa? Setiap sekolah pun harusnya bebas memilih materi, selagi masih sesuai dengan capaian pembelajaran yang harus tercapai dalam satu fase.
Dengan adanya penyamaan materi untuk ujian tersebut bukankah menjadikan kurikulum merdeka ini menjadi tidak benar-benar merdeka? Kita dibebaskan, tetapi diikat dalam waktu yang sama. Guru terbatas mengajar hanya sesuai dengan materi yang diujikan.
Penutup
Kurikulum merdeka ini hanya akan menjadi sebatas kurikulum saja apabila kita sebagai pendidik, siswa, atau orang tua tidak ikut mendukungnya. Ini adalah kali pertama implementasinya. Ada yang kurang adalah hal yang lumrah. Namun, kita harus mengacungi jempol pada seluruh pelaku pendidikan karena berani untuk berubah.
Semoga semua harapan kita untuk pendidikan di Indonesia bisa terwujud ya.