Review Bedebah di Ujung Tanduk – Tere Liye (2021)

Review Bedebah di Ujung Tanduk – Tere Liye (2021)

Halo semuanya. Saya mulai rajin nulis lagi ini, hehehe. Okee, pada postingan ini saya mau mengulas buku kedua yang selesai dibaca tahun ini. Coba tebak deh. Eits, tapi dari judul postingan ini sudah ketahuan ya. Sekarang, saya akan membahas review Bedebah di Ujung Tanduk karya Tere Liye. Buat kamu yang belum baca bukunya, bisa beli di toko buku official milik Tere Liye di sini.

Oke, tanpa panjang lebar lagi, mari kita bahas!

Sinopsis Bedebah di Ujung Tanduk

Bedebah di Ujung Tanduk menceritakan petualangan Thomas, Bujang, Ayako, Salonga, Junior, White, Yuki, dan Kiko menghadapi Roh Drukpa XX. Permasalahan dengan penguasa Jalur Sutra itu disebabkan Thomas yang membantu penjualan sebuah pegunungan yang menyimpan deposit plutonium terbesar di dunia. Bagaiman kelanjutanya?

Tentang Bedebah di Ujung Tanduk

Aku tidak membutuhkan persetujuanmu untuk membantu. Karena kau adalah temanku. (hal 51)

Sebenarnya saya sudah sejak bulan November membeli novel ini. Sayang seribu sayang, mood baca waktu itu belum bagus. Saya baru baca seperempat buku, tapi nggak ada niatan untuk melanjutkannya. Padahal, sejujurnya saya berharap bahwa novel ini bisa mengatasi reading slump saya.

Beruntung saat ini saya ikut RCO 10, jadi bisa menyelesaikan segala hutang baca. Satu per satu buku yang saya beli tahun lalu mulai dibaca. Semoga saya berhasil menghabiskan reading list yang sudah seabrek.

Oke, kembali ke review Bedebah di Ujung Tanduk ya. Novel ini merupakan pembuka seri gabungan dari Bujang dan Thomas. Tentu kamu masih ingat dong, kalau keduanya dulu nggak berada dalam satu seri yang sama. Thomas adalah tokoh di seri Negeri Para Bedebah, sedangkan Bujang adalah pemeran utama seri Pulang-Pergi.

Namun, sejak Pulang-Pergi, Thomas tetiba masuk ke dalam cerita dan membantu Bujang membereskan masalahnya. Oleh karena itu, saya sangat menantikan kelanjutan seri ini. Pasalnya, saya suka dengan masing-masing serinya, dan ketika keduanya digabung, ekspektasi saya pastinya cukup tinggi untuk buku Tere Liye yang satu ini.

Review Bedebah di Ujung Tanduk

Cerita dibuka dengan hadirnya Thomas di klub petarung untuk melawan Bujang. Yah, Bujang, Si Babi Hutan. Thomas ingin bertarung dengan temannya itu, pasalnya selama ini ia bosan karena belum ada lawan yang seimbang untuknya. 

Pertarungan yang disaksikan anggota klub, Salonga, serta Junior itu berjalan seru, alot, dan menegangkan. Masing-masing mengeluarkan kemampuan terbaiknya. Mereka saling jual beli pukulan. Bahkan Thomas sampai menyiapkan diri dari jauh-jauh hari demi pertarungan hari ini.

Tiba-tiba saja di tengah pertandingan muncul serangan dari luar gedung. Tembakan demi tembakan memporak-porandakan tempat itu. Anggota klub menjadi riuh. Semua mengevakuasi diri. Pun dengan Thomas, Bujang, Salonga, dan Junior. Bagaimana kelanjutannya?

Yang Saya Suka dan Nggak Suka

Kejujuran, setia kawan, kehormatan kadang muncul dari perewa, penjahat. Sebaliknya, culas, pengkhianatan, pencuri muncul dari orang-orang yang terlihat baik, seperti aku. (hal 63)

Sejujurnya, Tere Liye membuka novel ini dengan apik. Seperti biasa, dia tak berbasa basi, langsung membawa pembaca menuju adegan tensi tinggi. Halaman demi halaman tak terasa terlewati. Cerita berjalan seru. Tere juga lihai main gas dan rem agar pembaca nggak ngos-ngosan membacanya.

Selama menikmati kisah Bujang dan Thomas ini, saya selalu sedia hape di samping saya. Kenapa? Tentu agar saya bisa membayangkan berbagai benda dan istilah yang dipakai di sana. Sebut saja V22 Osprey, Sikorsky X2, dan istilah lainnya.

Membaca buku ini bisa membuat pembaca punya wawasan baru. Deskripsi yang disampaikan untuk menggambarkan di mana lokasi tokohnya, nggak too much. Oh iya, porsi kisah romansa Bujang juga ada tapi sangat sedikit, nggak seperti sebelumnya. Namun, dari sedikit itu dijelaskan mengapa Bujang masih belum yakin dengan Maria.

Porsi adegan aksinya juga lebih banyak daripada seri sebelumnya. Entah ini negatif atau positif ya. Namun, kalau untuk saya pribadi nggak masalah. Saya suka cara Tere Liye mendeskripsikan setiap adegannya. Toh masih terasa seru juga.

Namun, saya kok merasa tokoh utama novel ini jadi kabur. Karena judulnya Bedebah di Ujung Tanduk, saya pikir tokoh utamanya adalah Thomas. Kalau kamu berpikiran yang sama dengan saya, maka siap-siaplah kecewa. Titik tolak konflik berasal dari Thomas. Namun, saya malah merasa Ayako justru punya porsi dan peran yang cukup banyak dibanding Thomas dan Bujang. Jujur saya cukup kecewa nih.

Akan tetapi, yang membuat saya mengernyitkan dahi adalah kenapa ada beberapa tokoh yang mempunyai kekuatan ‘super’? Contohnya saja Roh Drukpa XX, bahkan Thomas pun juga memilikinya, meskipun munculnya di akhir cerita. Yah, walaupun sebenarnya Tere Liye sudah menjabarkan alasannya dan cukup masuk akal, tapi saya merasa bahwa tetap aneh saja kekuatan seperti itu dibawa ke dalam novel realis seperti ini.

Penutup

Masa lalu, hari ini, masa depan, berkelindan satu sama lain. Aku berharap, Agam akhirnya benar-benar menemukan jalan pulang, setelah pergi begitu jauh. (hal 63)

Kalau kamu penggemar Tere Liye, segeralah membaca novel ini. Walaupun sejujurnya novel ini nggak seapik Pulang-Pergi (menurut saya), kamu pastinya penasaran dong dengan kelanjutan kisah Bujang dan Thomas.

Teruntuk kamu yang menyukai novel aksi, silakan baca juga Bedebah di Ujung Tanduk ini. Banyak adegan pertempuran menggunakan berbagai teknologi di sini. Kamu pasti akan puas, karena porsinya cukup banyak.

Oke, sekian review Bedebah di Ujung Tanduk kali ini. Saya beri 4,5 dari 5 bintang untuk novel ini. Kalau menurut kamu bagaimana? Boleh banget dibagikan di kolom komentar.

Sampai jumpa di seri selanjutnya!

Baca Juga: Review Selamat Tinggal – Tere Liye

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!
%d blogger menyukai ini: