[Cernak] Mencari Mars
Reni duduk melipat kakinya sembari melihat ke arah timur sambil meneropong. Beberapa kali ia menggeleng tak yakin. Bocah itu mendengus kesal karena tak menemukan hal yang dicarinya. Ia membanting teropongnya kemudian menunduk lesu.
“Kenapa tidak terlihat?” Reni mulai putus asa. Ia kesal karena tak menemukan Planet Mars yang menurut buku bacaannya akan terlihat saat pagi hari.
Matahari mulai naik. Sinarnya begitu silau, hingga anak itu harus menyipitkan mata bulatnya. Ia berdiri kemudian melipat koran yang menjadi alas duduknya. Koran itu basah oleh embun di sawah yang baru saja dipanen.
“Kamu sedang apa?”
Reni berjingkat kaget mendengar suara laki-laki yang begitu tiba-tiba. Gadis itu menghela napas lega ketika dilihatnya Rangga, teman satu kampungnya berdiri sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
“Melihat planet.”
“Kamu melihatnya?” tanya Rangga remeh.
Reni diam. Di satu sisi ia tak mau kalah dengan saingannya di kelas ini. Namun di sisi lain bocah itu memang tidak melihat planetnya. Setelah berpikir sesaat, ia menggelengkan kepalanya.
Rangga tersenyum sinis.
“Hari ini memang tidak akan terlihat planetnya,” ujar lelaki kecil itu.
“Besok,” lanjutnya,”besok planet Mars akan terlihat di sana sebelum matahari terbit.”
“Hei, jangan sok tau! Aku sudah seminggu lebih mengamati arah timur sebelum matahari terbit, namun planetnya tidak terlihat. Kamu jangan membohongiku ya!” sentak Reni dengan nada tinggi.
“Terserah kamu saja. Kalau kamu tidak percaya, besok jangan ke sini melihat planet ya,” Rangga menjawab dengan santai.
***
Seperti biasanya, pagi ini Reni bersiap pergi ke sawah untuk melihat planet. Tak lupa dibawanya teropong dan koran. Ia berjalan santai menuju sawah sambil bernyanyi riang dan menyapa Pak Tani yang tengah tandur di sawah.
Reni cukup terkejut ketika melihat Rangga telah duduk manis di tempat biasa ia gunakan. Lelaki itu menutup matanya menikmati suasanya pagi yang sejuk. Reni pun menggelar koran dan duduk di sampingnya. Rangga menoleh kemudian mendengus.
“Kalau datang 10 menit lebih lama, kamu tidak akan melihat Planet Mars pagi ini.”
“Aku biasanya datang pagi kok. Tapi tadi aku kesiangan, jadinya telat deh,” jelas Reni. “Nah, mana Marsnya? Apakah sudah terlihat?”
“Belum. Mungkin sebentar lagi,” jawab Rangga.
“Siapkan teropongmu. Jangan sampai ketinggalan momen langka ini,” lanjutnya.
Reni mengangguk patuh. Teropong telah siap di tangannya. Dia tinggal menunggu aba-aba dari Rangga ketika Planet Mars itu terlihat.
Suasana seketika hening. Rangga dan Reni sibuk memperhatikan arah timur. Cahaya merah mulai terlihat. Garis merah membentang di sekitar tempat matahari biasanya terbit. Tidak terlihat dengan jelas planet seperti yang ada di buku. Namun, hanya terlihat cahayanya saja.
“Itu dia planet Mars!” Rangga menunjuk semburat merah itu. “Kata ayah, Mars terlihat karena planet itu sedang berada dekat dengan bumi. Kejadiannya jarang-jarang terjadi.”
Reni mengangguk paham dengan penjelasan temannya. Rangga memang pintar. Pantas saja selama ini ia mendapat ranking pertama di kelas.
“Wah, bagus sekali ya,” kata Reni takjub.
Gadis itu mengajak Rangga untuk melihat Mars lagi esok hari. Akan tetapi, temannya itu berkata bahwa besok Mars tidak akan terlihat. Mendengarnya, gadis itu tampak kecewa.
“Lain kali saat Mars muncul atau planet lain muncul aku akan memberi tahumu. Kita akan melihat planet itu bersama,” Rangga menghibur Reni sambil tersenyum.
Gadis itu balas tersenyum senang lalu mengangguk, menerima ajakan Rangga. Ia sekarang punya teman mencari Planet Mars. Ia tak akan sendiri lagi menunggu matahari muncul dari ufuk timur. Sekarang ada Rangga, teman baru berburu Planet Marsnya.
1 comment found