Perkara Jomlo dan Jodoh yang Tengah Diusahakan
Suatu hari, sekelompok teman tengah berbincang selepas menghabiskan makan siang. Terdapat satu laki-laki dan tiga perempuan di sana. Keempatnya menertawakan cerita lucu dari teman satu divisi mereka. Topik pembicaraan terus berganti hingga mendekati pukul satu siang.
“Sarah, kamu itu sudah perawatan di klinik kecantikan, beli skin care mahal, ngerapiin gigi juga, tapi masih jomlo aja!” celetuk Nina yang membuat mereka tertawa.
Sarah hanya meringis, mencoba ikut tertawa sambil memikirkan pembelaan yang harus dilontarkannya. Ia kalah cepat oleh sahutan Angga yang seringnya bicara tanpa filter, “Noh, artis yang kemarin kita bicarain, siapa itu namanya?” Pria itu berpikir sejenak, dahinya mengernyit, “Ah! Mbak Essy! Dia aja sudah gonta-ganti pacar sampai suami. Elu kapan, Sar? Apa mau kalah sama yang begitu?”
“Kan….” Sarah yang mau membela diri, dipotong oleh Tita.
“Iya ih! Masa kalah sama yang begitu sih, Sar? Sudah umur lu nikah! Ngenes amat, pacar aja nggak punya!”
“Awas, Lu! Nanti jadi perawan tua, Sar!” tambah Angga.
Tawa ketiganya membahana, mengalahkan Sarah yang terpaksa ikut tertawa pahit. Namun, tawa perempuan itu tak sampai ke matanya yang lebar. Netranya justru menyiratkan kesedihan yang mendalam, mencerminkan suasana hati yang jadi berubah tak karuan.
Tragedi Perisakan
Pernahkah kamu menjadi Sarah? Atau justru menjadi ketiga temannya? Pemandangan seperti itu tak jarang saya dapati di lingkungan sekitar. Satu orang jomlo disudutkan oleh beberapa temannya dan menjadi bahan tertawaan. Seolah jomlo adalah sebuah topik utama yang patut menjadi bahan untuk merisak seseorang.
Padahal, kita nggak pernah tahu apa alasan dia jomlo. Mungkin memang dia memilih untuk sendiri dulu, atau bisa jadi ada sebab lain. Apakah dia ada trauma masa lalu, trauma berhubungan dengan lawan jenis, phobia, terlalu selektif, susah move on, ingin fokus pada karier dulu, atau memang nggak ada yang mau, hehe.
Karena ketidaktahuan itu, sebaiknya, kita nggak perlu menjadi orang yang sok tahu, dengan menuduh si jomlo macam-macam. Anehnya, orang-orang justru senang sekali berspekulasi yang tidak-tidak seperti Bu Tedjo di film pendek Tilik. Ada juga yang justru mencemooh dan mempertanyakan semua usaha yang sudah dilakukannya untuk memikat lawan jenis, hanya karena belum membuahkan hasil nyata. Yah, seperti yang dilakukan Nina di atas.
Alangkah lebih baiknya, kalau kita bantu dia dengan mengenalkannya pada seseorang. Mungkin selama ini temanmu terlalu pemalu, sehingga sulit untuk dekat dengan orang lain. Mungkin juga ada temanmu yang sulit move on dari mantan, bisa kamu kenalkan dengan temanmu yang lainnya. Usaha kecil itu jauh lebih membantu dibandingkan hanya bertanya, bertanya, dan bertanya saja.
Jadi, dimohon dengan sangat, jangan menambah beban para jomlo. Sudah cukup selama ini dia mendapat pertanyaan, “mana pacarnya?” atau “kapan nikah?” atau “mana calonnya? Sini dikenalin ke mama. Mama sudah nggak sabar pingin gendong cucu.” Kasihan dong kalau mereka sudah dapat semua tuntutan itu, dan kamu sebagai temannya masih merecoki dengan pertanyaan yang sama, dengan dalih bercanda.
Bercanda Perihal Status
SETOP bilang, “itu hanya bercanda kok.” Ingatlah, bahwa batas bercanda tiap orang itu berbeda. Jangan samakan dengan dirimu. Bisa jadi, sesuatu yang menurutmu wajar, menjadi luar biasa keterlaluan bagi orang lain. Setiap orang pasti pernah khilaf. Namun, kalau keterusan bukan khilaf namanya, tapi tabiat! Dan itu pasti membuat orang yang kamu ajak bercanda lama kelamaan jadi kesal.
Saya memang belum pernah merasakan dirisak perihal status (dan nggak mau merasakan). Namun, saya pernah melihat salah seorang teman saya dirisak tentang kejomloannya dengan cukup parah. Bahkan di depan orang banyak. Kisahnya kurang lebih sama dengan kisah yang saya tulis di atas. Dia saat itu ikut tertawa, tetapi dalam hatinya pasti menangis. Apalagi kalau sudah sampai rumah, pasti dia akan memikirkan semua itu secara berlebihan alias overthinking.
Mental setiap orang tidak sama. Pun dengan selera humornya. Jangan membuat hidup yang sudah penuh tuntutan ini diperparah dengan risakanmu yang melewati batas. Toh, setiap orang akan melepas masa jomlo pada waktunya. Tugasmu adalah sebagai penyokong, penyemangat, dan kalau perlu jadi jembatan bagi si jomlo dengan jodohnya.
Jadilah Pribadi Solutif
Mungkin tulisan saya kali ini ketara sekali kesan sambatnya. Karena saya sangat nggak setuju dengan perisakan dengan dalih ‘bercanda’. Hey! Kalau kamu benar-benar temannya, seharusnya dukung temanmu itu. Beri solusi, nggak hanya merisak saja! Ayolah, cobalah kamu seperti Bu Tedjo. Bukan julidnya ya, tetapi solutifnya itu lho!
“Dadi uwong ki mbok sing solutif ngono lho.” – Bu Tedjo
Mungkin sekian saja tulisan kali ini. Sampai jumpa besok di postingan selanjutnya!