[Review] The Boy I Knew from Youtube – Suarcani: Memaksimalkan Masa Remaja

[Review] The Boy I Knew from Youtube – Suarcani: Memaksimalkan Masa Remaja

“Takut itu produk dari alam bawah sadar. Berawal dari stress, berakhir dengan adrenalin. Semua hanya ada dalam kepala dan pada kenyataannya, seringkali tidak seseram itu.” (hal 83)

Ketakutan sering menjadi hambatan untuk maju. Belum memulai, sudah membayangkan berbagai kemungkinan terburuk yang akan terjadi, sehingga membuat seseorang memutuskan mundur. Potensi diri tidak akan tergali bila terus menuruti rasa takut. Tentu akan menjadi sebuah kerugian bila hal itu terjadi pada remaja, karena akan membuang masa emas tersebut.

Rai adalah potret remaja yang takut untuk mengembangkan bakat menyanyinya. Padahal saat masih kecil, ia sering unjuk gigi bernyanyi di panggung. Ketakutan untuk tampil mulai dirasakannya ketika SMP.  Masa pubertas hadir bersama perubahan pada beberapa bagian tubuh yang membuat tak nyaman, salah satunya adalah ukuran dada lebih besar dibanding teman seusianya.

Pikiran gadis itu penuh dengan prasangka dan komentar jahat orang mengenai ukuran dadanya. Ia memutuskan untuk berhenti tampil, lalu bersembunyi, dan bernyanyi lewat akun Peri Bisu di kanal Youtube. Di sanalah gadis itu mengenal Pri, remaja yang juga mengembangkan bakat bermusiknya sebagai pemetik gitar akustik. Bermula dari komentar di kanal masing-masing, percakapan keduanya berpindah ke surat elektronik yang lebih pribadi.

Dunia begitu lucu, ketika mempertemukan keduanya sebagai kakak dan adik kelas. Walaupun tak menyadari bahwa Rai adalah orang di balik akun Peri Bisu, laki-laki itu bersemangat mendukungnya untuk mengembangkan bakat dan menyadarkan, bahwa bakat emas itu tidak boleh disia-siakan begitu saja. Namun, gadis itu mengelak dan bungkam. Dia malu menjelaskan, karena alasan di baliknya bersifat pribadi dan tabu untuk dibicarakan, apalagi dengan lawan jenis.

Rahasia itu bagai bom waktu yang akhirnya meledak dengan sendirinya. Hal itu mengubah hidup Rai, termasuk kesempatan untuk mengembangkan seluruh potensinya dalam bernyanyi. Keputusan mengenai cara menyikapi permasalahan itu ada di tangan Rai. Kakaknya berpesan agar gadis itu kuat, karena kuncinya hanya satu, yaitu menyayangi diri dan tubuh sendiri (hal 140).

Kisah Rai ini mengajak kita untuk lebih peka dan perhatian pada remaja. Bahwa mereka membutuhkan pendampingan orang dewasa dalam menghadapi masa transisi. Sebaiknya harus ditanamkan pada remaja bahwa perubahan pada bentuk tubuh adalah sesuatu yang lumrah dan pasti dialami setiap manusia. Kuncinya adalah menerima dan mencintai diri sendiri apa adanya, karena di dunia ini tidak ada yang sempurna (hal 142).

Novel setebal 256 halaman ini dapat menjadi referensi yang sebaiknya disediakan di setiap perpustakaan sekolah. Bahwa selain pengertian dari orang yang lebih dewasa, pembelajaran mengenai masa pubertas, juga dapat dilakukan melalui cerita. Sehingga diharapkan remaja dapat mengetahui dan memahami cara memaksimalkan masanya, agar tidak menyesal di kemudian hari.

Judul                            : The Boy I Knew from Youtube

Penulis                         : Suarcani

Cetakan                       : Pertama, 2020

Penerbit                       : Gramedia Pustaka Utama

Halaman                      : 256 halaman

ISBN                            : 978-602-06-3819-5

Resensi ini telah dimuat di koran Kedaulatan Rakyat pada hari Selasa, 19 Mei 2020

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!
%d blogger menyukai ini: