[Review] Dua Garis Biru – Lucia Priandarini: Urgensi Komunikasi Dua Arah dengan Anak

[Review] Dua Garis Biru – Lucia Priandarini: Urgensi Komunikasi Dua Arah dengan Anak

“Butuh seumur hidup untuk merencanakan dan menata hidup, dan hanya sedetik pilihan yang salah bisa meruntuhkan semuanya.” (hal 44)

Seks selalu dianggap hal yang tabu untuk dibicarakan. Segala yang menjurus pada hal tersebut dijauhkan dari anak-anak dan remaja, dengan alasan “belum waktunya” untuk mengetahui. Namun, pada zaman digital seperti sekarang, mengomunikasikan bahasan itu dengan buah hati menjadi satu hal yang penting dilakukan agar nantinya mereka tidak salah jalan.

Akses informasi yang begitu mudah dan bebas, mengharuskan ayah ibu untuk memberikan bekal pada putranya agar memahami hal yang benar dan salah. Namun, selama ini komunikasi yang terjalin masih sebatas komunikasi satu arah. Orang tua sekadar mengatakan “tidak boleh” tanpa memberikan penjelasan masuk akal, lalu menutup pintu pertanyaan dari buah hati. Hal itulah yang menjadi pemicu anak untuk mencari tahu sendiri untuk memuaskan rasa ingin tahu.

Buku ini menguraikan berbagai akibat kurangnya komunikasi antara orang tua dan anak terkait seks. Ayah ibu yang sibuk bekerja, terlalu percaya bahwa putranya tidak akan melakukan sesuatu di luar batas. Namun, kepercayaan itu diberikan tanpa adanya bekal yang cukup dari orang tua. Dara dan Bima yang menjadi tokoh utama dalam novel ini pun demikian. Mereka menjadi representasi remaja masa kini. Keduanya diceritakan sebagai murid SMA yang baik dan lugu, tetapi melakukan hal terlarang yang mengakibatkan Dara hamil.

Kehamilan Dara menimbulkan berbagai dampak, tak hanya pada sepasang muda mudi itu, tetapi juga orang tua. Mereka merasa sangat menyesal dan merasa gagal menjadi orang tua. Tak hanya itu, cibiran dari orang lain juga harus dihadapi setiap hari. Di sisi lain, kedua remaja itu “dipaksa” menjadi dewasa, mengemban tanggung jawab yang belum saatnya ditanggung. Masa depan mereka terancam, mimpi yang sudah direncanakan kemungkinan berantakan. Keduanya harus membuat pilihan-pilihan berat pada usia yang masih belasan.

Buku yang diadaptasi dari skenario film ini, menunjukan secara gamblang mengenai realitas kehidupan masyarakat kita. Bahwa fenomena kehamilan di luar nikah pada remaja nyatanya sering terjadi, tetapi masih tabu untuk dibicarakan. Topik itu juga jarang dijadikan bahasan dalam keluarga untuk menjadi pembelajaran secara mendalam sebagai upaya preventif. Kesiapan secara fisik dan mental menjadi orang tua itu penting, karena hal itu bukan perkara yang mudah. Menjadi orang tua itu bukan cuma sembilan bulan sepuluh hari, tetapi seumur hidup (hal 117).

Novel setebal 208 halaman ini berhasil mengulik dampak kehamilan di luar nikah dari berbagai sisi. Bahwa kerugian tidak hanya dialami oleh anak, tetapi juga ayah ibu. Oleh karena itu, orang tua juga harus segera berbenah, dimulai dengan mengubah cara komunikasi dengan anak menjadi dua arah. Berikan ruang pada buah hati untuk bertanya dan memuaskan rasa penasarannya. Kemudian, berikan pemahaman, agar nantinya anak tidak akan salah jalan.

Judul                           : Dua Garis Biru

Penulis                        : Lucia Priandarini

Cetakan                       : Pertama, 2019

Penerbit                      : Gramedia Pustaka Utama

Halaman                     : 208 halaman

ISBN                            : 978-602-06-3186-8

Resensi ini telah dimuat di koran Tribun Jateng pada hari Minggu, 3 Mei 2020

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!
%d blogger menyukai ini: