[Review] Xenoglosofilia – Ivan Lanin: Panduan Berbahasa Indonesia Tanpa Harus “Nginggris”
Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan yang harus dijunjung tinggi keberadaannya. Salah satu langkah konkret yang perlu dilakukan adalah menggunakannya untuk berkomunikasi sehari-hari. Namun, dalam praktiknya banyak yang justru mengabaikan cara berbahasa yang baik. Apalagi zaman sekarang, sering ditemui orang yang suka mencampur penggunaan bahasa Indonesia dengan bahasa asing, khususnya Inggris.
Salah satu penyebab hal itu terjadi adalah keinginan untuk menggantikan suatu kata dalam bahasa Indonesia dengan bahasa asing karena dirasa lebih keren. Gejala itu disebut xenoglosofilia, yakni kecenderungan menggunakan kata-kata yang aneh atau asing, terutama dengan cara yang tidak wajar (hal 33). Padahal bisa saja kata yang diucapkan tersebut sudah ada padanannya. Karena ketidaktahuan atau kekurangpedulian, banyak yang urung menggunakannya.
Buku ini berisi kompilasi artikel dari blog Ivan Lanin, seorang Wikipediawan. Uraiannya terkait penggunaan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Banyak yang menganggap mudah bahasa ini, karena selalu dipakai dalam keseharian. Namun, apakah yang dipraktikan itu sudah benar?
Melalui buku ini, penulis mengingatkan pembaca tentang pentingnya berbahasa yang baik, sekaligus mengajak untuk lebih peduli dengan bahasa nasional. Selama ini banyak orang yang justru mengabaikannya dan malah lebih bangga saat berbicara menggunakan bahasa Inggris.
Buku dibagi menjadi tiga bagian besar. Bagian pertama mengulas seputar berbagai padanan kata populer yang jarang digunakan dan diketahui khalayak. Misalnya, pranala, narablog, dan tetikus. Ketiga padanan kata itu tidak lebih familiar dibandingkan dengan kata aslinya, yakni hyperlink, blogger, dan mouse. Bab ini membahas lebih banyak lagi padanan yang sebaiknya diketahui, seiring dengan munculnya berbagai kosa kata baru yang berkaitan dengan teknologi. Karena masyarakat lebih suka menggunakan penyebutan dalam bahasa Inggris dibandingkan dengan padanannya.
Selain itu, dibahas pula mengenai salah kaprah dalam penyebutan kata. Misalnya, kata nominator, nomine, dan nominasi. Ketiga kata tersebut memiliki makna yang berbeda, tapi terkadang penggunaannya tertukar antara satu dengan yang lain karena kurangnya pemahaman terhadap makna kata dalam KBBI. Pada bagian ini, penulis mengajak pembaca untuk kembali membuka KBBI, karena di dalamnya telah diuraikan dengan jelas.
Bagian kedua menjawab pertanyaan umum tentang penggunaan bahasa Indonesia. Banyak orang yang sering melakukan kekeliruan berbahasa. Salah satu kesalahan yang kerap ditemui adalah penggunaan kata jam dan pukul (hal 136). Kedua kata tersebut sering tertukar saat digunakan dalam berkomunikasi. Padahal, sejatinya kedua kata itu memiliki makna yang berbeda. Pun dengan penggunaan kata di dan pada. Kesalahan seperti itu bila tidak segera diperbaiki, tentu akan menjadi kebiasaan, terlepas dari pesan yang terkandung dalam kalimat dapat tersampaikan pada komunikan.
Sedangkan bagian ketiga membahas tentang penulisan yang benar sesuai dengan KBBI. Bab ini menjawab berbagai pertanyaan yang seringkali membingungkan. Salah satu yang dibahas adalah penulisan kata keluar dan ke luar. Penulis menjelaskan perbedaan penulisan dan penggunaannya, disertai dengan contoh dalam kalimat. Selain itu, masih banyak lagi pertanyaan populer yang dijawab dengan lugas pada bagian ini.
Buku setebal 232 halaman ini ditulis dengan gaya bahasa yang santai dan ringan, sehingga mudah diikuti. Uraiannya sangat menarik, meskipun tema yang diangkat cukup serius. Buku ini dapat menjadi panduan untuk milenial belajar lebih dalam tentang bahasa Indonesia. Karena tak dapat ditampik bahwa banyak dari mereka mengalami xenoglosofilia. Sehingga, diharapkan mereka dapat lebih peduli dan menghargai bahasa nasional.
Judul : Xenoglosifilia
Penulis : Ivan Lanin
Cetakan : Februari 2019
Penerbit : Buku Kompas
Halaman : 232 halaman
ISBN : 978-602-412-412-0
Resensi ini sudah dimuat di Koran Jakarta pada hari Senin, 8 Juli 2019
5 comments found