Review Mencari Simetri – Anisa Ihsani (2018)

Review Mencari Simetri – Anisa Ihsani (2018)

Bagaimana rasanya menjadi perempuan berusia penghujung dua puluhan yang terjebak di zona pertemanan alias friend zone? Kamu akan tahu rasanya setelah membaca novel karya Anisa Ihsani yang terbit di tahun 2018 ini. Eits, sebelum baca novelnya, bisa banget baca review novel Mencari Simetri di sini dulu.

Sinopsis Mencari Simetri

“Kenapa harus puas dengan yang cukup baik, kalau aku bisa mendapatkan yang terbaik?” (hal 8)

April adalah seorang perempuan berusia 28 tahun yang bekerja di perusahaan start up. Di saat teman-teman yang lain sudah menikah dan punya anak, dia masih stuck di fase hidup yang sama, yakni mencari pasangan hidup yang tepat.

Sebenarnya, selama enam tahun belakangan dia dekat dengan Armin, tapi cowok itu nggak pernah memberikan kejelasan. Selama ini mereka hanya berteman. Di sisi lain, Lukman getol sekali mendekatinya. Bagaimana April menghadapi pelik kisah asmaranya dan bisa menemukan simetri hatinya?

Review Mencari Simetri

“Jujur saja, di penghujung usia dua puluh, ini mulai melelahkan.” (hal 11)

Mencari Simetri adalah salah satu novel yang sudah saya incar sejak pertama kali terbit. Namun, entah bagaimana ceritanya baru saya baca sekarang melalui Ipusnas.

Premis novel ini sangat menarik. Seorang perempuan di penghujung 20-an yang terjebak friendzone, di saat teman-temannya yang lain sudah masuk ke fase pernikahan. Saya yakin akan banyak orang yang relate dengan kisah April, si tokoh utama. Di tengah desakan untuk menikah, apesnya dia malah terejebak dengan perasaan suka dengan teman sendiri yang belum tentu membalasnya serupa.

Novel ini tak sekadar menceritakan betapa nelangsanya April, tetapi juga memberikan sudut pandang lain di setiap fase kehidupan. Bahwa hidup itu wang sinawang. Apa yang tampak bahagia, nyatanya justru menyimpan banyak keluh kesah dan masalah. Entah itu mereka yang punya pasangan atau yang sudah menjalani dunia pernikahan.

Bahkan sosok yang April pikir sangat sempurna, justru sedang menghadapi masalah yang cukup pelik. Hal itulah yang kadang membuat perempuan itu sadar bahwa problem yang dia hadapi bukanlah apa-apa. Bahwa masih banyak orang dengan berbagai masalah lain di luar sana.

Kenapa aku tidak bisa menjadi cewek cool yang bisa berteman dengan lawan jenis tanpa harus jatuh cinta padanya? (hal 55)

Nah, selain kisah romansa April, penulis juga cukup dalam mengupas tentang keluarga tokoh utama. Yah, diceritakan bahwa ayah April mulai pikun. Ayah sudah diajak konsultasi ke dokter langganan keluarga, tetapi hasilnya tak memuaskan. Akhirnya, cewek itu memeriksakan ke rumah sakit yang berbeda.

Mungkin banyak novel yang menceritakan perjuangan sulung dalam keluarga. Nah, di sini penulis mengulik dari sudut pandang lain, yaitu si bungsu. Di saat mamanya sibuk mengurus eyang yang sakit serta kakak yang sibuk dengan urusan dan keluarganya, membuat April mau tak mau harus turun tangan.

Yang Saya Suka dan Nggak Suka

Cinta bisa datang dan pergi. Komitmenlah yang membuatmu tetap bertahan saat kau bangun pada pagi hari dan tidak lagi kasmaran dengan orang yang tidur di sebelahmu (hal 210)

Saya suka dengan pengembangan karakter April. Semakin ke belakang, dia semakin tegas dengan prinsip dan keinginannya. Dia tidak menjadi perempuan yang pasrah, dengan mengiyakan begitu saja pria yang mengajaknya menikah, hanya karena didesak umur.

Karakter Lukman menurut saya adalah kebalikan dari April. Dia adalah pria yang sudah mapan dan didesak orang tuanya untuk segera menikah. Bahkan memilih April hanya karena kaos yang perempuan itu kenakan! Mungkin karakter ini juga ya representasi orang yang saya bilang pasrah tadi.

Mengenai Armin, entahlah saya juga nggak simpati dengan karakter ini karena kurang digali lebih dalam oleh penulisnya.

Adakah yang lebih buruk daripada melihat foto teman-temanmu dengan kehidupan mereka yang berkilau cemerlang, lalu melihat ke sekelilinmu dan menyadari betapa menyedihkannya hidupmu dibanding mereka? (hal 81)

Novel yang menggunakan alur maju ini cukup bisa dinikmati. Akan tetapi saya merasa kisahnya terlalu santai dan cukup flat. Entahlah, rasanya seperti hanya berpindah dari satu masalah ke masalah lain, tetapi dengan tensi yang nggak terlalu tinggi. Bahkan konflik Kak Laras seolah hanya ingin menunjukan bahwa hidup yang tampak sempurna, nyatanya tak sesempurnya itu.

Setelah saya menyelesaikan buku ini, saya nggak merasakan apa pun. Entahlah. Mungkin karena saya berharap akan ada kejutan di akhirnya atau sedikit twist, ternyata enggak. Akan tetapi, novel ini tetap bisa dinikmati kok, karena ceritanya mengalir.

Penutup

Tidak ada kebaikan yang bisa datang dari membuat komitmen di saat aku tidak siap (hal 230)

Seperti yang saya katakan di awal, bahwa akan banyak orang yang relate dengan kisah April. Namun, cuma satu yang relate ke saya, hahaha. Ngenes banget deh.

Sudah satu aja yang mirip, soal jodoh semoga saya dikasihnya jangan kelamaan, aamiin. Saya pikir hidup perempuan itu penuh tekanan. Baik tekanan dari keluarga, teman, bahkan usia biologis. Yuk, perempuan-perempuan di luar sana jangan sampai tertekan ya. Semua ada jalannya kok.

Saya pikir cukup untuk review Mencari Simetri kali ini. Saya beri 3 dari 5 bintang. Selamat membaca!

Baca juga: Review Thank You Salma – Erisca Febriani (2019)

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!
%d blogger menyukai ini: