Stop Tanya Kapan!

Stop Tanya Kapan!

“Jadi, kapan skripsimu selesai?”

Kata tanya yang kurang saya sukai beberapa bulan ini adalah kapan. Saya yakin tidak hanya saya yang merasakannya, tetapi juga mereka yang sedang mengalami krisis perempat usia. Tujuannya mungkin hanya ingin berbasa-basi, tetapi efeknya luar biasa, sampai menembus relung hati. Apalagi bagi kamu yang suka minder atau sering membanding-bandingkan pencapaianmu dengan orang lain. Pertanyaan kapan menjadi sebuah peluru yang bisa membunuhmu setiap saat.

Basa Basi yang sudah Basi

“Kamu kapan nikah, Nik?”

“Hmm, sa….”

“Si Dian saja sudah sebar undangan lho. Dia itu teman sebangkumu waktu SD kan? Masa kalah sih sama dia.”

Masyarakat Indonesia suka sekali bertanya tentang kehidupan orang lain. Kemudian membandingkannya dengan orang lainnya lagi yang mereka kenal. Saya percaya bahwa pertanyaan sensitif macam itu hanya ditanyakan oleh orang-orang yang tidak dekat dengan kita. Ujungnya, ketika bertemu, basa basi seperti itulah yang digunakan agar percakapan tidak garing.

Eh, nyatanya obrolan tersebut bisa sangat sensitif. Terlebih bila kamu menanyakan hal yang sedang menjadi problem orang itu. Saya jadi teringat saat dulu masih mengerjakan skripsi, seringkali ditanyai, “sudah sampai mana skripsimu? Kapan selesai?” Mereka yang bertanya, hanya sekadar bertanya saja, tidak melakukan tindak lanjut apa pun.

Saat kamu bertanya, kita asumsikan bahwa kamu perhatian. Nah, hal utama yang dilakukan orang yang perhatian adalah memberi solusi. Jangan hanya sekadar bertanya untuk memuaskan rasa ingin tahu saja, tapi tak melakukan aksi apa pun. Orang yang ditanya tentu akan dengan suka hati memberitahu, asal kamu juga suportif untuk memberi opsi jalan keluar dari problem yang dialami.

Satu hal yang perlu dipahami adalah hidup bukan perlombaan, menanti siapa yang duluan dan menjadi pemenangnya. Kamu tak perlu risau, karena kamu adalah pemenang dari hidupmu sendiri. Teruslah berusaha dan coba untuk tidak menghiraukan pertanyaan yang tidak penting.

Menyikapi Pertanyaan tentang ‘Kapan’

“Kapan nih ngenalin pacar ke Bapak Ibu kamu, Nik?” tanya Budhe.

“Hmm, kapan ya enaknya? Nunggu jadwal dia longgar dulu, Budhe. Kasihan, sekarang baru promo album terbaru, jadi jadwalnya padat banget,” jawabku nyeleneh.

Budhe yang tadinya antusias mendengar jawabanku, mendengus kesal. Beliau sudah tahu, ke mana saya mengarahkan jawaban itu.

Jawab pertanyaan itu dengan candaan atau jawaban yang tidak nyambung. Daripada di bawa hati, mending dibawa happy. Pertanyaan seperti itu tidak wajib kamu jawab benar kok. Toh, yang tahu tentang kamu adalah dirimu sendiri. Orang lain juga tidak berhak tahu jawabannya. Hidupmu adalah hidupmu, bukan milik mereka yang harus tahu segalanya tentang kamu.

Cuek. Kita tidak bisa mengontrol apa yang akan dikatakan orang lain. Akan tetapi, kita bisa mengontrol respon diri kita terhadap suatu hal. Saya tahu bahwa di umur-umur riskan alias perempat usia, sering muncul pertanyaan aneh-aneh. Anggap saja, pertanyaan itu adalah bentuk perhatian orang terdekat tentang dirimu.

Ingat ya, tetap berpikir positif. Jangan sampai semua hal kamu pikirkan terlalu dalam. Itu tidak baik untuk kesehatanmu. Cobalah untuk cuek dan memikirkan hal yang penting saja. Tentang masa depanmu misalnya.

Setiap orang memiliki waktunya masing-masing. Jangan pernah bandingkan pencapaianmu dengan yang lain, karena sudah pasti akan berbeda. Kalau ada temanmu yang sudah sukses pada umur 25 tahun, jangan lantas merasa rendah diri atau merasa gagal.

Garis permulaan setiap orang berbeda, pun dengan garis akhirnya. Kendala yang dialami juga tak sama. Oleh karena itu, jangan sampai overthinking kalau ditanya ‘kapan’ sama orang lain. Tetap semangat meraih apa yang sedang kamu usahakan saat ini!

Mungkin itu saja ya sedikit tulisan hari ini. Apakah kamu pernah mendapatkan pertanyaan ‘kapan’ juga? Boleh banget diceritakan di kolom komentar. Sampai jumpa di postingan selanjutnya.

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!
%d blogger menyukai ini: