Kekuatan Media dalam Film Tilik (2018) dan Cream (2016)

Kekuatan Media dalam Film Tilik (2018) dan Cream (2016)

Beberapa waktu belakangan, film pendek menjadi salah satu pilihan saya ketika jenuh dan membutuhkan hiburan. Kebiasaan itu muncul setelah saya mencoba menonton salah satu film pendek yang ramai diperbincangkan. Bahkan, topik tersebut bertahan menjadi trending topic di twitter selama beberapa hari.

Siapa yang tidak tahu film Tilik? Ah, bukan! Bukan Tilik. Siapa yang tidak tahu Bu Tejo? Saya yakin sebagian besar masyarakat Indonesia tahu siapa beliau. Sosok ibu-ibu yang kritis, solutif, memiliki insting kuat, dan kemampuan persuasi yang luar biasa. Dia bisa menghubungkan berbagai hal menjadi satu kesimpulan yang mendekati akurat, kemudian membuat lawan bicara menyetujui argumennya. Bagi kamu yang belum menonton, bisa banget untuk nonton dulu di sini.

Sebelum terlanjur, di tulisan ini, saya tidak akan membahas Bu Tejo atau film Tilik secara mendalam. Mungkin saya akan bahas garis besarnya saja. Takutnya postingan ini akan terlalu panjang. Saya akan coba mengulas film tersebut secara lebih lengkap di postingan tersendiri nanti. Pada tulisan kali ini, saya akan coba melihat film berbahasa Jawa tersebut dari sudut pandang lain.

Lisan: Media Penyebaran Informasi yang Efektif

Secara umum, film Tilik mengisahkan ibu-ibu yang dalam perjalanan menuju rumah sakit untuk menjenguk Bu Lurah. Cerita dimulai ketika mereka berbicang di atas truk. Bu Tejo menyampaikan kewaspadaannya atas keberadaan Dian, seorang bunga desa di kampungnya. Wanita itu khawatir bila Dian akan membahayakan rumah tangga ibu-ibu di sana. Apalagi gadis itu belum menikah. Ia sampaikan semua opini tersebut pada tetangganya dengan keyakinan luar biasa dan menggebu-gebu.

Bertolak dari hal tersebut, terbentuklah spekulasi dari ibu-ibu di sana mengenai Dian. Bahwa dia adalah seorang perempuan nakal yang berpotensi menganggu keharmonisan rumah tangga mereka. Opini Bu Tejo tersebut diamini oleh yang lainnya, setelah melihat postingan Dian di facebook. Sebuah foto yang mampu membuat mereka yang di sana menganggukkan kepala, percaya.

“Namanya internet itu bikinannya orang pinter! Tidak mungkin salah!” Kata Yu Tri ketika ada yang menyanggah kebenaran informasi dari internet itu.

Kombinasi lisan dan media ternyata mampu menjadi senjata yang ampuh untuk membuat orang-orang percaya pada rumor. Opini dapat digiring oleh sebuah hal yang belum tentu benar adanya. Apalagi, Bu Tejo menyulutnya dengan sempurna, hingga apinya bisa begitu membara, mengalahkan Yu Ning yang mencoba meredamnya.

Pada dasarnya, untuk mempercayai suatu hal, orang-orang membutuhkan bukti nyata, dan media menyediakan itu. Terlebih, bagi mereka yang belum dapat memilah dan memilih informasi, hal itu bisa menjadi satu-satunya sumber yang meyakinkan dan membuat mereka berpatokan pada hal tersebut. Akibatnya, banyak yang menelan berita hoax mentah-mentah, tanpa menelaahnya lebih dulu.

Peran Media yang Dominan

http://www.seameocelll.org/

Selain menyampaikan tentang guyubnya orang desa dan rasa saling asih asuh, film Tilik pada dasarnya juga menyampaikan pada penonton agar cerdas dalam menyaring informasi yang ada, dalam hal ini adalah internet. Internet menjadi sesuatu yang sangat luar biasa, dianggap sudah dipastikan kebenarannya, hingga dijadikan acuan untuk banyak hal.

Nyatanya, berita dalam internet juga harus diperiksa kebenarannya, layaknya berita yang beredar dari mulut ke mulut. Sayangnya, satu poin kecil tersebut sering dilupakan oleh banyak orang. Hal itu ditunjukan dalam film berdurasi 32 menit ini. Mereka belum melakukan konfirmasi pada pihak yang bersangkutan, tetapi langsung merujuk pada sebuah konklusi yang menyesatkan.

“Kesalahan dapat menjadi kebenaran ketika disetujui banyak orang. Pun sebaliknya.”

Peran media yang begitu besar, juga disampaikan dalam film Cream karya David Flirth yang sudah tayang sejak empat tahun yang lalu. Kamu bisa menontonnya di sini. Dalam film ini, dampaknya lebih luar biasa. Media melambungan suatu hal yang kemudian membuatnya jatuh hingga ke dasar, bahkan merugikan pihak tertentu.

Cream: Dampak Media yang Luar Biasa

Film Cream dimulai dengan dirilisnya sebuah produk buatan Dr. Jack Bellifer yang cukup menghebohkan. Betapa tidak? Produk yang diberi nama Cream ini mampu mengatasi segala sesuatu, seperti wajah yang kurang sempurna, intelegensi yang kurang, memperbaiki barang rusak, meningkatkan nilai suatu barang, menduplikasi sesuatu, dan yang paling ekstrem adalah menghidupkan orang mati. Yah, cocok sekali dengan tagline yang dibawa, yakni the everything fixer.

Kesan pertama yang saya tangkap adalah suram dan seram. Bagaimana bisa sebuah produk ‘mengatur’ takdir Tuhan? Imajinasi si pembuat film sangat liar, membuat saya terus menggelengkan kepala. Bagaimana bisa? Hal itu ditambah dengan animasi yang agak berbeda, sehingga menambah kesan kelam di dalamnya.

Benang merah film ini dan Tilik terletak pada bagaimana media itu bekerja. Media dalam film berdurasi 12 menit ini memiliki peran luar biasa, yakni sebagai bentuk konfirmasi dari suatu rumor. Pada awalnya, Cream mendapat sambutan hangat dari masyarakat karena mampu mengatasi berbagai permasalahan. Orang-orang yang awalnya ragu, mulai mempercayai dan menggunakan Cream.

Hadirnya inovasi akan selalu bersanding dengan kontroversi. Sebuah terobosan baru yang dibuat Dr Jack, nyatanya membuat berbagai aspek kehidupan lain sekarat. Misalnya, rumah sakit yang kehilangan pasien, emas dan uang bukan lagi menjadi barang mewah, serta sekolah yang kemungkinan ditinggalkan. Pemberitaan tentang hal tersebut begitu hebohnya, hingga membuat para penguasa mengambil langkah tegas untuk mempertahankan posisi mereka.

Mengatur Isi Media

Kita tidak bisa memungkiri bahwa kemunculan berita dapat ‘diatur’. Langkah itulah yang diambil para penguasa agar kepentingan mereka tidak terganggu. Media menjadi senjata yang ampuh untuk menghabisi Cream beserta penciptanya. Berbagai fakta untuk menjatuhkan Cream mulai dihimpun. Kompilasinya diolah media, hingga jadilah sebuah berita mengejutkan, yang membuat semua orang berbalik arah.

Yah, seperti Bu Tejo di film Tilik, semua orang percaya bahwa yang diberitakan di media adalah kebenaran, tanpa melakukan klarifikasi terlebih dahulu. Dampaknya sangat luar biasa dan terasa hingga mereka yang berada nun jauh di sana. Seperti apa maksudnya? Kamu bisa tonton film Cream ya, agar saya tidak spoiler.

Pesan yang Diambil

Media, baik yang skalanya besar maupun kecil akan selalu memberikan pengaruh, termasuk sosial media yang sehari-hari kita buka. Sebagai pengguna, kita hendaknya lebih cerdas dan bijak dalam bersikap. Saring berita yang sekiranya benar dan mana yang keliru. Jangan terburu-buru untuk mempercayai dan membuat konklusi, apalagi membagikannya secara sembarangan. Siapa tahu yang diberitakan bukanlah fakta, tetapi sesuatu yang memang dirancang untuk menjadi fakta.

Validasilah berita tersebut kepada orang yang bersangkutan atau orang sudah terpercaya. Arus informasi yang datang dan pergi sedemikian cepat, kadang membuat kita kewalahan untuk mencernanya. Namun, jangan sampai hal tersebut menghambat langkah kita untuk kritis dalam menanggapi informasi yang diterima. Oleh karena itu, yuk mulai sekarang bijak dan cerdas dalam menggunakan media!

Sekian postingan saya kali ini. Sampai jumpa di tulisan saya selanjutnya 🙂

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!
%d blogger menyukai ini: