[Review] Ganjil Genap – Almira Bastari (2020): Sebuah Usaha Menggenapkan Situasi Ganjil

[Review] Ganjil Genap – Almira Bastari (2020): Sebuah Usaha Menggenapkan Situasi Ganjil

“Setelah tiga belas tahun, kamu baru sadar aku bukan orangnya? Kenapa nggak tahun lalu, tiga tahun lalu, atau sepuluh tahun lalu, Bar?” (hal 14)

Apakah yang akan kamu pikirkan ketika mendengar frasa ‘ganjil-genap’?

Tentu yang pertama kali terlintas adalah sebuah pengaturan yang ditetapkan Jakarta untuk mengurai kemacetan. Pada tanggal-tanggal ganjil yang boleh melintas hanyalah kendaraan berpelat nomor ganjil. Sedangkan pada tanggal genap, giliran kendaraan berpelat nomor genap yang memadati jalan. Bukankah begitu? Uniknya, Almira mampu meramu hal tersebut menjadi sebuah jalinan cerita yang apik dengan premis menarik.

Ganjil Genap merupakan karya terbaru Almira Bastari yang saat terbit membuat saya gatal untuk segera beli. Bagaimana tidak? Resign (2018) dan Melbourne Wedding Marathon (2017) yang sudah saya baca dua tahun lalu cukup berkesan, hingga menetapkan Almira sebagai salah satu penulis yang karyanya masuk ke dalam daftar auto-read. Almira memiliki semacam ‘magic’ dalam bercerita dan menciptakan karakter menjadi begitu unik, sehingga membuat pembaca betah membolak-balik halaman hingga akhir buku.

Sedikit cerita ya, sejak terbit saya sudah mencoba untuk mencari preloved-nya. Tetapi tak juga mendapatkan yang harganya cocok. Novel digitalnya juga tak kunjung muncul di aplikasi Gramedia Digital. Apakah saya harus benar-benar membelinya? Untungnya, novel ini dipublikasikan di Gramedia Digital bulan Agustus 2020 lalu. Senang? Tentu saja! Novel yang sudah sejak lama dinantikan akhirnya bisa saya baca.

Covernya simpel dan lucu banget. Tone-nya agak sama ya dengan Resign, memakai warna-warna ngejreng. Dari cover ini kita bisa tahu, gimana Gala menghadapi hari-hari ganjil dan genapnya. Yah, lihat deh. Yang di atas, Gala nyetir sendirian, sedangkan yang bagian bawah ada temennya alias sudah nggak ganjil lagi.

 Jodoh bukan sesuatu yang bisa dipaksa, sesederhana itu. (hlm 244)

Cerita ini berangkat dari keresahan Gala yang diputuskan oleh pacarnya setelah 13 tahun pacaran. Bagaimana nggak resah? Dia diputuskan saat umurnya sudah 29 tahun, di saat orang tuanya terus memintanya lekas meresmikan hubungan dengan sang pacar, dan adiknya ingin cepat-cepat menikah. Sebagai kakak, dia tentu nggak mau dilangkahi dong.

Oleh karena itu, perempuan itu mengerahkan seluruh kekuatan dan koneksinya untuk mencari jodoh. Mulai dari darat, laut, dan udara, semua ia coba untuk menemukan jodohnya. Ia akan berusaha sekuat tenaga untuk menggenapkan hari-harinya yang ganjil!

Premisnya membuat saya tertarik. Rasanya sudah ada novel lain (yang saya baca) yang membahas tema serupa, seperti Kelly on the Move (Seplia, 2018) dan Belok Kiri Langsing (Achi TM, 2020). Walaupun dalam beberapa hal ada yang berbeda, ketiga novel ini terasa punya satu garis besar yang mirip. Meskipun begitu, saya tetap penasaran dengan cara penyampaian Almira dalam buku ini. Bagaimana si penulis akan membawa nasib Gala, itu semua terasa menarik.

“Berburu jodoh juga harus pakai skill.” (hlm 61)

Gala adalah seorang wanita dengan karir yang sangat baik. Perempuan itu diceritakan cerdas, cantik, supel, datang dari keluarga kaya, dan tentu saja memiliki gaya hidup seperti kaum urban pada umumnya. Tokoh yang satu ini mengingatkan saya pada tokoh perempuan kelas atas dalam buku Ika Natassa. Mungkin sedikit bedanya adalah, Gala lebih ‘merakyat’ dan humble. Yah, walaupun saya tetap nggak bisa relate dengan karakter ini sebenarnya, hehehe.

Gala adalah representasi seorang perempuan mandiri dan tegas. Meskipun sedang ‘diburu waktu’, dia tetap berpegang teguh dengan prinsipnya dan nggak sembarangan milih. Wanita itu nggak mau membuang-buang waktu dengan orang yang ‘salah’. Tekadnya juga saya acungi jempol! Nggak mudah menyerah dan selalu punya ide untuk mengatasi masalahnya. Meskipun terkadang harus konsultasi dulu dengan kedua sahabatnya.

Tokoh kedua adalah Bara. Dia ini adalah pacar Gala selama 13 tahun dan tiba-tiba memutuskannya secara sepihak, dengan alasan nggak cocok lagi. Waktu baca bagian itu, saya langsung mengernyit. What? Setelah 13 tahun dan baru merasa nggak cocok. Selama 13 tahun kamu ngapain aja woy! Sejujurnya saya sangat tidak menyukai si kampret ini. Dia suka seenaknya sendiri dan nggak ada empatinya sama sekali. Ada ya orang kayak gitu?

Selain kedua tokoh utama itu, ada dua sahabat Gala yang juga terlibat cukup intens membantu cewek itu berburu jodoh. Ialah Nandi dan Sydney. Apakah kedua nama itu mengingatkanmu pada sesuatu? Yah, saya baru sadar pada seperempat bagian akhir buku, bahwa Syndey yang dimaksud dalam novel ini ternyata sama dengan tokoh utama di Melbourne Wedding Marathon (2017). Oalaaah!

Ada banyak laki-laki yang terlibat di dalam novel ini. Yah, tentu saja. Ini adalah novel soal berburu pria potensial untuk dijadikan suami! Hal itu membuat saya cukup bingung di beberapa bagian. Terlalu banyak nama baru yang muncul, sehingga saya harus menebak-nebak. Mana nih yang bakal ‘jadi’ sama Gala. Efeknya jadi seperti nonton drama seri Replay, yang juga main tebak-tebakan. Imbasnya, alur cerita sangat tak tertebak. Bahkan sampai akhir, saya belum bisa menebaknya. Sungguh berhasil membuat pembaca penasaran.

Kisah sedih yang cukup menghibur

Di banyak bagian, novel ini membuat pembaca tertawa dengan celetukan Gala, Nandi, atau Sydney yang absurd banget. Ceplas-ceplos, agak sarkas, tapi banyak benarnya. Sangat menghibur. Novel ini metropop banget! Untuk kamu yang sedang butuh hiburan, novel ini bisa menjadi salah satu pilihan. Yah, meskipun titik tolak buku ini adalah sesuatu yang menyedihkan.

Mungkin, ada banyak orang yang merasa kisah Gala ini ‘aku banget’. Tapi entah kenapa, saya sendiri agak kurang relate adalah tokoh utamanya. Sebagai orang biasa, saya nggak bisa relate dengan segala hal yang dilakukan oleh Gala. Membayar ini itu untuk mencari jodoh. Gaya hidupnya seolah terlalu jauh untuk saya raih. Bertemu dengan pangeran apalagi! Wuah! Dalam mimpi juga saya nggak pernah tuh! Walaupun begitu, novel ini sukses memberikan sebuah sudut pandang baru.

Satu lagi yang agak membuat saya sedikit kurang sreg adalah akhir cerita yang dipilih Almira. Yah, itu memang hak mutlak penulis untuk menentukan akhir cerita, tetapi rasanya kurang mengena. Mungkin, itu bukan akhir yang saya harapkan. Namun, penulis berani menampilkan akhir yang berbeda dari yang lainnya. Realistis! Rasanya itulah yang ingin disampaikan oleh Almira. Bahwa manusia boleh berusaha, tetapi hasil akhirnya tetap ada di tangan Yang Maha Kuasa.

“Sahabat adalah pertolongan pertama pada saat putus cinta.” (hlm 31)

Buat kamu yang sedang berburu jodoh, novel ini menjadi salah satu ‘panduan’ jitu. Banyak jalan menuju jodoh yang bisa kamu adaptasi dari Gala. Walaupun terasa agak maksa, tetapi melakukan ikhtiar tentu nggak ada salahnya. Pun bila kamu membutuhkan bacaan yang renyah, ringan, dan menghibur, novel ini juga sangat saya rekomendasikan.

Akhir kata saya berikan 3,5 dari 5 bintang untuk novel ini. Selamat membaca!

Judul               : Ganjil Genap

Penulis             : Almira Bastari

Editor              : Claudia Von Nasution

Penerbit          : PT Gramedia Pustaka Utama

Terbit               : Februari 2020

Tebal               : 344 halaman

ISBN               : 9786020638010

#OneDayOnePost
#ODOP
#ODOPDay1

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!
%d blogger menyukai ini: