Lawan Pembajakan Buku dengan Menjadi Pembaca Cerdas

Lawan Pembajakan Buku dengan Menjadi Pembaca Cerdas

Berbicara tentang buku bajakan, ada satu cerita yang membuat saya tergelitik. Waktu itu sore-sore, tepat hari ketiga setelah lebaran 1440 H, saya menyambangi rumah Ana, salah seorang sahabat saya untuk silaturrahim sekaligus mengajaknya ke toko buku.

Tepat saat kedatangan saya, ternyata ada saudara jauhnya yang berkunjung. Mau tak mau, saya menunggu hingga tamu itu pulang. Selagi menunggu di kamar Ana, saya ngobrol dengan adiknya. Kebetulan, kami ini sama-sama suka baca, sehingga obrolannya tidak jauh-jauh seputar dunia literasi. Tetiba saja, percakapan di bawah ini terjadi.

“Mbak Niki sama Mbak Ana mau pergi ke mana?”

“Ke toko buku, Dik. Mau beli novel.”

“Kenapa nggak beli di shopee aja, Mbak? Murah-murah, loh. Waktu itu aku beli novel harganya cuma 20.000.”

“Hmm, Dik, sini deh, Mbak jelasin,”

Dokumentasi Pribadi: Buku bajakan dijual bebas di lokapasar

Apakah saya kaget? Sama sekali tidak. Kenapa? Karena saya sudah menjumpai banyak novel bajakan di shopee dan lokapasar lainnya. Ketika saya tanya, dia sendiri tahu bahwa buku yang dia beli ini memang tidak asli alias bajakan. Kualitas kertasnya buruk, cetakannya juga miring-miring. Hal itu persis sekali dengan penjelasan mengenai ciri-ciri buku bajakan yang ditulis Mizan. Katanya, harga novel asli sangat mahal untuk kantong anak SMA yang suka membaca sepertinya. Namun, terlepas dari alasan tersebut, apakah hal itu benar?

Saya yakin banyak dari kalian yang mengatakan bahwa membeli buku bajakan adalah hal yang salah. Lalu bagaimana dengan memfotokopi buku referensi sekolah atau kuliah? Pastinya kamu pernah dong melakukan ini saat menjadi pelajar atau mahasiswa! Hayoo, ngaku deh, Kamu! Terkadang, ada beberapa buku yang langka karena sudah tidak dicetak lagi, sehingga alternatif yang sering dipilih adalah memfotokopi bukunya. Apakah tindakan itu dianggap sebagai membajak?

Jangan Beli Buku Bajakan

“Niki, kamu tahu sendiri kan, bagaimana kondisi kantong pelajar dan mahasiswa? Kita nggak punya duit! Buat makan aja irit-irit, gimana mau buat beli buku referensi? Lagian sayang juga, ini kan aku cuma fotokopi satu bab doang!”

“Mohon maaf nih sebelumnya. Apa kabar kuota internetmu yang kalau habis langsung kamu isi?”

Teman-teman, suatu hal bisa kita sebut tindakan pembajakan, tak hanya dilihat dari sisi komersilnya ya. Mau memfotokopi satu bab, dua bab, atau malah hanya satu lembar aja, itu namanya tindak pembajakan, yang artinya, kamu sudah melanggar hak cipta buku tersebut. Apabila melakukan hal itu, kamu bakal terkenai sanksi, loh.

Pelanggaran hak cipta itu dibagi dua macam, yakni ringan dan berat. Pelanggaran ringan itulah yang sering kita lakukan waktu sekolah dan kuliah, seperti memfotokopi tanpa izin, sedangkan pelanggaran berat contohnya adalah berbagai buku bajakan yang ada di toko daring dan luring. Mereka sudah memfotokopi suatu karya tanpa izin, lalu dijual untuk mendapatkan keuntungan! Ini nih yang menjengkelkan.

Sebenarnya, peraturan tentang hak cipta sudah terpampang nyata dalam setiap buku. Mungkin, kita saja sebagai pembaca yang kurang mengamati lebih detail. Biasanya, letaknya ada di belakang sampul atau dekat halaman sejarah buku. Ini nih, kalau kamu masih tidak percaya.

“Kenapa sih kita nggak boleh membajak, eh memfotokopi buku? Itu kan untuk menambah pengetahuan dan wawasan. Tahu sendiri harga buku mahal. Wajar deh kalau tingkat literasi penduduk Indonesia itu rendah.”

Mungkin banyak di antara kita yang kurang paham mengenai proses yang harus dilalui sebuah buku, sejak ditulis hingga sampai di tangan kamu. Perlu diketahui bahwa prosesnya sangat panjang dan melibatkan berbagai pihak. Tak ayal bila harga buku mahal, karena banyak biaya produksi dan pemasaran yang harus ditutupi. Kamu bisa baca selengkapnya alasan harga buku bisa mahal di tulisan Eka Kurniawan di Geotimes.

Saya harap sudah terbayang di benak kamu, siapa saja yang akan kehilangan pekerjaan bila kamu melakukan pembajakan. Tidak hanya satu atau dua orang, Gais! Buanyaaak. Apalagi proses menulis, mencetak, hingga mendistribusikan buku sampai ke tangan kamu itu memerlukan keterampilan tertentu yang tidak semua orang miliki. Sebut saja keterampilan menulis, layout, editing, desain sampul, hingga marketing di toko-toko kesayangan kamu. Kalau memutus rantai itu dengan cara yang tidak benar, bisa dibilang kamu sudah memutus rejeki dari orang-orang yang terlibat tadi. Lihat kan? Banyak orang yang akan menelan kerugian dari tindakan pembajakan!

“Jujur deh, Nik. Kamu dulu juga sering memfotokopi buku kan? Ngaku deh!”

Sejujurnya, saya dulu juga pelaku pembajakan juga kok, karena sering memfotokopi buku paket atau referensi. Alasannya pun sama, kantong kering. Rasanya, fotokopi menjadi hal yang halal untuk dilakukan bagi orang-orang kekurangan uang seperti saya. Saya tidak punya cara lain lagi! Parahnya, saya dulu kadang menjadi orang yang mengelola fotokopian anak satu kelas! Sebuah dosa besar!

Tak hanya itu, saya dulu juga penikmat novel yang berbentuk pdf gratis di google. Saat itu, saya masih SMK, seperti adiknya Ana, alasan klasik tidak punya uang menjadi dalih yang paling masuk akal. Banyak sekali novel yang sudah saya unduh dan baca. Ada harga, tentunya ada rupa. Karena gratis, bentuk pdf-nya sangat tak rapi, sering juga saya temui salah ketik. Nyatanya, saya sama sekali tidak nyaman membaca ebook gratis di google.

Cara Melawan Pembajakan Buku

Namun, pola pikir seperti saya itu jelas seratus persen salah! Tindakan yang salah, selamanya akan salah apa pun alasan dan pembenarannya. Ada banyak jalan menuju Roma. Kalau kamu mau baca buku secara gratis, banyak sekali caranya. Apalagi pada zaman digital seperti sekarang yang segalanya serba mudah.

Kamu bisa pinjam di perpustakaan. Saya yakin sekali bahwa untuk meminjam buku di perpustakaan itu sangat mudah. Jangan berdalih perpustakaannya jauh dari rumah ya. Sekarang, perpustakaan di sekolah sudah sangat bagus, tidak seperti zaman saya saat dulu masih sekolah. Perpustakaan sekarang sudah mulai menjalankan fungsinya sebagai tempat hiburan dan rekreasi dengan cukup maksimal. Ada berbagai pilihan buku fiksi, non fiksi, atau referensi yang dapat kamu pinjam, gratis!

Tidak hanya perpustakaan sekolah, kamu juga bisa nih, baca buku di pojok baca atau perpustakaan keliling. Saat ini, perpustakaan sudah aktif jemput bola dalam menebarkan virus-virus membaca. Kalau perpustakaan kota atau daerah jauh dari rumahmu, bisa manfaatkan tuh fasilitas yang sudah ada.

Jangan lupakan perpustakaan digital. Sudah tahu Ipusnas, Ijakarta, Ijogja, dan I-lainnya? Perpustakaan digital sangat cocok nih buat kamu yang mager keluar tetapi tetap ingin membaca buku original. Syaratnya mudah, cukup punya ponsel pintar, email, atau akun facebook saja. Kamu tinggal daftar, lalu langsung saja memilih buku yang ingin kamu pinjam.

Pinjam buku teman. Ini adalah cara paling mudah dan pastinya sering saya lakukan, hehe. Kamu bisa pinjam buku pada teman yang sudah punya. Akan tetapi, jangan lupa kembalikan dalam keadaan baik ya. Kadang ada orang yang suka pinjam, tetapi mengembalikannya lama dan keadaan buku tidak sama seperti saat meminjam. Kan sebel!

Beli buku bekas. Saya baru memulai langkah ini pada pertengahan tahun ini, karena sudah kepingin banget baca buku lama yang sudah tidak naik cetak lagi. Percayalah, banyak buku bekas yang di berbagai marketplace dan toko buku dengan kualitas yang masih bagus dan layak baca. Saya sudah beli sekitar lima novel bekas dan semuanya memuaskan!

Nabung! Solusi dari keinginan untuk membaca sekaligus memiliki buku original adalah NABUNG! Cukup sisihkan seribu atau dua ribu sehari, bila selama sebulan konsisten menabung, kamu bisa mendapat 30.000-60.000. Lumayan kan? Itu sudah bisa untuk beli satu buku loh!

Kalau mau lebih untung lagi, sering-sering cek toko buku daring atau luring. Biasanya, mereka sering mengadakan pesta diskon, loh. Diskonnya lumayan banget! Sekarang tinggal kita sebagai calon pembeli buku saja, mau berusaha mencari yang asli atau pasrah dengan keadaan dan membeli buku bajakan.

Penutup

“Gimana? Masih mau cari alasan lagi buat beli buku bajakan?”

Uraian saya di atas sepertinya sudah sangat panjang ya, hehe. Saya hanya ingin menyampaikan bahwa pembajakan buku ada karena tingginya permintaan. Tentu kita tahu bahwa selama ini harga buku cukup mahal. Hal itu dimanfaatkan oknum tertentu untuk mencari keuntungan, salah satunya dengan membajak buku sehingga dapat menjualnya dengan harga yang jauh lebih murah. Tidak bisa dimungkiri bila masih ada saja peminat buku repro alias bajakan tersebut.

Oleh karena itu, saya ingin mengajak teman-teman semua untuk menjadi pembaca yang cerdas. Apa maksudnya? Jadilah pembaca yang menghargai karya para penulis buku dan orang-orang yang bekerja dibalik setiap buku yang terbit dan dipajang di toko. Bagaimana caranya? Caranya hanya dengan membaca buku asli atau original. Saya tidak bilang beli buku asli loh ya, karena kondisi ekonomi setiap orang berbeda-beda.

Saya yakin, ketika sudah tidak ada lagi pembaca yang membaca buku bajakan, lama kelamaan toko yang menjual buku bajakan itu akan sepi peminat dan gulung tikar, karena sedikitnya permintaan. Apabila pemerintah dan pihak berwajib masih saja terkesan tidak serius dalam mengatasi masalah yang sudah jadi rahasia umum ini, setidaknya kita bisa mengatasinya mulai dari masing-masing individu. Setop fotokopi, beli, dan baca buku bajakan! Okay!

Sampai bertemu di postingan saya selanjutnya!

Baca juga: Review Selamat Tinggal – Tere Liye

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!
%d blogger menyukai ini: