[Review] The Wanker – AliaZalea (2018)
“Jangan berhubungan dengan laki-laki hanya karena kasihan, it never works.” (hal 67)
Lu pindah ke apartemen barunya. Ada beberapa hal yang ia sadari. Pertama, apartemennya berhantu. Kedua, ia tak bisa hidup tanpa Lola, anjing kesayangannya. Ketiga, tetangga apartemennya adalah Nico Pentagon!
Tetangganya itulah yang membuat kisah mereka jadi seru dan menarik. Nico berasumsi bahwa Lu bukanlah perempuan baik-baik. Sayangnya, takdir justru mempertemukan mereka karena sesuatu hal. Nico menjadi frustrasi ketika mendapati parfum yang dipakai Lu, memiliki aroma yang sama dengan mantan pacarnya.
Lalu, Nico harus bagaimana?
“Friends don’t kiss each other.” (hal 163)
Buku ini adalah seri kedua setelah Boy Toy yang terbit pada tahun 2017. Apabila pada buku pertamanya ada beberapa hal yang terasa kurang, Alia memperbaikinya di buku ini. Buat kamu yang belum baca buku sebelumnya, series yang ini nggak harus baca berurutan kok.
Bila buku sebelumnya menceritakan tentang Taran, maka sekarang giliran Nico. Pria itu dikisahkan sedang patah hati karena Denok, sang mantan pacar yang meninggalkannya karena nggak mau nama besar Nico membayanginya yang tengah meniti karir. Tentu saja alasan itu nggak bisa diterima begitu saja sama cowok itu. Karenanya, dia masih belum bisa move on. Hal itu diperparah oleh Lu, tetangganya yang memiliki aroma parfum yang sama dengan Denok. Dia jadi semakin sulit move on!
Sejujurnya, ini kocak sih ya. Penulis menceritakan kisah pertemuan keduanya tuh dengan mulus. Kebetulan yang dibuat tuh nggak kayak sinetron. Apalagi ketika membayangkan respon Lu yang sangat berani. Lucu, tapi nggak berlebihan. Porsinya pas dan berhasil membuat saya tertawa.
Satu hal yang saya sukai adalah, narasi dalam novel ini nggak berlebihan seperti Boy Toy. Pada seri pertamanya itu ada banyak sekali narasi yang menurut saya kurang perlu. Sedangkan buku ini narasinya benar-benar ada karena memang dibutuhkan. Bisa dilihat dari jumlah halaman yang hanya 328.
Dunia ini penuh orang-orang yang hanya mau memanfaatkan kita. Tapi, nggak semua orang di dunia ini arseholes. Ada banyak orang baik juga di sekeliling kita, di sekeliling lo, yang bisa lo percaya.” (hal 315)
Karakter tokoh dalam novel ini menurut saya sangat matang. Nggak hanya tokoh utama saja, tetapi juga tokoh pembantu. Hal itu tercermin dari nyambungnya antara narasi dengan sikap dan dialog tokohnya. Saya suka sekali dengan penggambaran sosok Nico. Sosok penyayang, setia, dan visioner. Akhirnya saya bisa menemukan tokoh loveable di novel Alia lagi.
Oh iya, bicara tentang tokoh, novel ini akan membawa pembaca Alia pada beberapa tahun yang lalu. Masih ingat novelnya yang berjudul Crash into You? Nah, ada beberapa tokoh dalam novel itu yang muncul di sini. Perannya juga nggak cuma numpang lewat aja, tetapi masuk ke dalam cerita.
Novel ini diceritakan lewat dua sudut pandang, yakni Lu dan Nico. Dalam satu bab, dituliskan secara bergantian. Hal itu membuat pembaca jadi benar-benar tahu apa yang sedang dipikirkan oleh tokoh. Namun, epilognya disampaikan dari sudut pandang kakaknya Lu. Sebuah kejutan yang membuat pembacanya nostalgia.
Timeline cerita ini beriringan dengan kisah Taran – Lea (baca: Boy Toy). Hal itu membuat saya kembali mengingat-ingat dan mengangguk paham. Dari situ juga ditunjukan karakter Nico yang sangat dewasa. Lewat permasalahan yang dialami personilnya, terlihat pula kedekatan mereka. Saya suka sekali dengan tik tok antar personil yang terasa receh tapi menghibur.
“Aku tidak tahu kenapa orang senang menonton film horor. Apa yang mereka dapatkan selain rasa takut dan serangan jantung setiap beberapa menit, yang buntutnya menghasilkan insomnia karena takut diserang apa pun itu yang kita tonton saat tidur?” (hal 145)
Walaupun buku ini terasa jauh lebih baik dari buku pertama, ada satu hal yang menurut saya cukup mengganjal. Apartemen Lu yang diceritakan berhantu seperti hanya untuk pemanis saja. Rasa-rasanya saya nggak menemukan kelanjutan setelah perempuan itu menemukan keganjilan di rumahnya. Saya juga agak kurang paham, ketika tahu bahwa Lu ini orangnya parno-an, tetapi masih bisa hidup berdampingan dengan hantu yang ikut tinggal di apartemennya.
“Intinya, nggak boleh berprasangka buruk tentang seseorang hanya karena pekerjaan mereka. Pekerjaan tidak mendefinisikan seseorang.” (hal 161)
Banyak hal yang akan pembaca dapat ketika membaca buku ini. Tentang kesetiakawanan, ketidakegoisan, kekeluargaan, kasih sayang, serta mengajak kita untuk nggak berasumsi tanpa konfirmasi. Diceritakan dalam buku ini betapa hal itu bisa merusak hubungan yang sudah dekat, sehingga susah payah kembali membangun hubungan baik dari awal.
Akhirnya, saya cukup puas dengan The Wanker. Saya beri 4 dari 5 bintang untuk novel ini. Selamat membaca, Teman-teman!
“Sebagai laki-laki, kita harus berani mengambil keputusan dan menerima semua akibat dari keputusan tersebut.” (hal 162)
Judul : The Wanker
Penulis : AliaZalea
Cetakan : Pertama, 2018
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Halaman : 328 halaman
ISBN : 978-602-062-051-0