[Review] Boy Toy – AliaZalea (2017)
Boy Toy merupakan novel pembuka series terbaru AliaZalea. Buku menceritakan tentang hubungan Lea dan Taran. Lea adalah seorang doktor yang mengajar di sebuah universitas swasta. Ketika tengah mengikuti sebuah acara di Bali, ia dipertemukan dengan Taran, salah seorang personil Pentagon melalui kejadian yang tidak terduga. Berawal dari pertemuan itu, muncul pertemuan-pertemuan lainnya yang menumbuhkan rasa cinta.
Namun, semuanya tidak semudah yang dibayangkan. Lea adalah seorang doktor berusia 32 tahun yang pernah ditinggal calon tunangannya saat hari pertunangan tiba. Usia dan masa lalu yang cukup memalukan itu membuat Lea mempertimbangkan masak-masak mengenai Taran yang terus mengejar dirinya. Apalagi, Taran adalah personil Pentagon yang masih muda, yakni berumur 25 tahun. Mana mungkin perempuan dewasa sepertinya mempunyai hubungan dengan brondong yang sialnya juga terkenal itu?
Sejujurnya, saya sudah jatuh cinta dengan tulisan AliaZalea sejak membaca Miss Pesimis. Sejak itu, saya selalu baca karya terbarunya. Pun novel ini. Walaupun terhitung telat, karena baru saya baca belum lama ini.
Secara umum, novel bercerita tentang hubungan artis dengan orang biasa. Yah, artis dalam novel ini adalah Taran, salah seorang anggota boyband Pentagon. Sedangkan orang biasa adalah Lea, dosen di universitas swasta. Tema seperti ini sudah pernah ditulis Alea pada novelnya yang berjudul Celebrity Wedding.
Walaupun begitu, penulis memberikan isu lain yang saat ini mungkin sedang banyak dijumpai, yakni hubungan antara perempuan yang lebih tua dengan pria yang lebih muda. Apalagi, Lea sama sekali nggak pernah mengasosiasikan dirinya dengan brondong, boyband, dan ABG. Dalam buku ini, diceritakan bahwa Lea sudah berusia 32 tahun, sedang Taran 25 tahun. Perbedaan usia mereka 7 tahun! Yah, cinta nggak memandang umur, strata, dan tahta.
Namun, saya merasa cinta antara kedua tokoh ini agak dipaksakan. Mereka berdua bertemu pada situasi yang nggak terduga, kemudian dalam hati Taran tiba-tiba mulai tumbuh rasa tertarik dan suka. Kenapa begitu mudah? Apa yang dilihat cowok itu sampai melakukan berbagai hal untuk mengejar Lea? Nah, bagian itu yang saya rasa agak terlalu terburu-buru.
Saya juga merasa ceritanya agak kurang mengalir. Entahlah, tapi saya kurang nyaman mengikuti alur cerita novel ini. Bagian awal, saya masih penasaran dengan alurnya. Apalagi, prolog yang disajikan sangat menjanjikan. Sayangnya, begitu memasuki 2/3 buku, saya merasa ingin melewatkan beberapa halaman buku. Untungnya, pada bagian 1/3 akhir, feel ceritanya kembali terasa, terlepas dari ending yang ‘cuma begitu saja’.
Ada satu hal yang masih mengganjal mengenai novel ini, yakni perihal ‘tinggal bersama’. Taran dan Lea sibuk bernegosiasi tentang hal itu. Entahlah, tapi saya merasa percakapan mereka ketika membahasnya, bukan seperti percakapan seorang pria berusia 25 tahun dan perempuan beumur 32 tahun. Apalagi yang dibahas, seharusnya sudah jelas jawabanya.
Katanya, Lea tidak bisa tinggal bersama karena mereka belum bertunangan. Ya ampun, ini Indonesia yang masih menjunjung tinggi budaya timur. Setting novelnya pun di Indonesia. Meskipun ini novel metropop, menurut saya, sebaiknya tetap memperhatikan norma yang berlaku di sini.
Laki-laki dan perempuan belum boleh tinggal bersama kalau belum menikah. Itu aturan mainnya. Kok bisa-bisanya, Lea yang seorang doktor berpikir seperti itu. Apalagi dia adalah dosen, seorang pendidik yang sepatutnya memberikan contoh juga untuk muridnya. Yang saya nggak habis pikir, keputusan akhir mereka setelah berdebat tetep begitu.
Yah, terlepas dari beberapa hal yang saya uraikan di atas, novel ini cukup menghibur. Bagaimana tidak? Saya baca novel ini sambil senyum-senyum, karena saya merasa jika penggambaran Pentagon ini sepertinya terinspirasi dari One Direction. Lulusan X Factor, boyband, dan memiliki 5 anggota. Bukankah itu jelas-jelas One Direction?
Meskipun bukan fans One Direction, saya tahu sedikit-sedikit tenang boyband itu. Satu hal yang membuat saya yakin adalah deskripsi ini:
Tapi dari begitu banyak cewek yang dipacari Pierre, Taran paling salut dengan mantannya yang terakhir, yang menulis beberapa lagu tentang hubungan mereka, bahkan bagaimana mereka putus. (hal 112)
Saya yakin Pierre yang diceritakan itu adalah Harry Styles. Hal itu didukung dengan penggambaran Pierre yang berambut gondrong.
Sudahlah, sepertinya itu juga nggak terlalu penting juga. Saya nggak terlalu mempermasalahkan terinspirasi dari mana Pentagon ini, karena sekarang memang masih ada (meskipun nggak sebanyak dulu) boyband yang masih eksis.
Secara umum, saya suka dengan novel ini. Meskipun kalau boleh jujur, novel ini bukanlah favorit saya. Karya penulis sebelumnya, justru banyak yang membuat saya susah move on. Semoga series kedua (The Wanker) bisa lebih dari ini. Habis ini, saya langsung baca, karena sudah saya pinjam di Ipusnas.
Akhirnya, Boy Toy saya beri 3 dari 5 bintang. Buku yang menghibur, meskipun ada beberapa hal yang mengganjal. Selamat membaca, Teman-teman!
Judul : Boy Toy
Penulis : AliaZalea
Cetakan : Pertama, 2017
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Halaman : 384 halaman
ISBN : 978-602-03-3991-7