[Review] Uglyphobia – Queen Soraya (2008)

[Review] Uglyphobia – Queen Soraya (2008)

“Tidak ada yang jelek di dunia ini, kecuali pikiran manusia itu sendiri yang menganggapnya demikian.” (halaman 131)

Standar cantik di Indonesia adalah memiliki kulit putih bersih, langsing, tinggi, berhidung mancung, berambut lurus, dan berkaki jenjang. Ada yang kurang? Mungkin bisa ditambahkan. Saya nggak tahu siapa yang menginisiasi pembentukan mindset tentang standar cantik itu. Namun, itu sungguh terjadi di kehidupan nyata.

Banyak perempuan yang tidak masuk pada beberapa kriteria yang telah disebutkan di atas. Ada beberapa yang tetap pasrah dengan karunia Tuhan tersebut. Tapi ada juga yang mencoba merubah hal yang dirasa belum pas menjadi lebih pas. Berbagai cara dilakukan, mulai dari yang murah sampai yang mahal. Mulai yang berisiko rendah hingga yang tinggi.

Garnet dan Vero adalah salah dua orang yang pasrah dengan karunia Tuhan pada mereka. Garnet memiliki tubuh yang kurus (hanya 39 kg), warna kulit gelap, wajah jerawatan, dan mata minus. Sedangkan Vero memiliki tubuh yang sangat subur, yaitu 85 kg. Mereka sudah ikhlas dan sangat menikmati tubuh mereka yang jauh dari sempurna. Walaupun dicaci, dibully, atau diperlakukan kurang baik oleh orang lain karena penampilannya, mereka tetap bertahan.

Mereka bersahabat sejak kecil. Mereka saling menguatkan ketika ada yang terjatuh. Tak ayal bila mereka sangat dekat. Ketika salah satu dari mereka ada yang sedang suka dengan seorang cowok, maka yang lainnya akan mendukung. Pun ketika ada yang patah hati karena cowok, mereka akan saling menghibur.

“Justru kecantikan tumbuh karena adanya perbedaan. Karena kecantikan tidak bisa dihitung, dijumlah, atau disama-samakan. Selera orang beda, karena kecantikan itu relatif.” (halaman 131)

Garnet ditolak oleh Alan, seorang cowok ganteng yang sekelas dengannya. Cowok itu menolaknya mentah-mentah dengan alasan yang cukup menggores hatinya. Garnet sadar diri. Memang tidak mungkin cowok seganteng Alan akan menyukainya. Ia yang jelek sangat tidak pantas mendampingi Alan.

Masalah penolakan Alan, berlanjut dengan masalah lain yang cukup pelik. Tante Maya datang! Tante Maya adalah tante Vero yang baru datang dari Amerika. Ia meminta Vero untuk operasi sedot lemak. Vero tentu saja menolak mentah-mentah! Namun, Tante Maya tidak mau tahu dan tetap kekeh dengan perintahnya itu.

Perintah Tante Maya itu membawa Vero ke sebuah klinik kecantikan. Ia mengajak Garnet untuk menguatkannya di saat-saat sulit. Siapa yang tahu bila kedatangannya di klinik kecantikan itu malah membawa perubahan pada diri mereka? Mereka bertemu dengan orang-orang baru yang semakin memotivasi mereka berdua untuk berubah menjadi lebih baik lagi.

Mereka bertemu Rhinky. Cowok itu adalah teman masa kecil mereka yang ingusan dan pernah ditonjok oleh Vero karena membuat Garnet menangis. Siapa sangka bila Rhinky  dewasa berubah menjadi cowok yang tampan dan cerdas?

“Kamu harus berubah demi diri kamu sendiri, bukan demi orang lain. Dengan begitu, kamu nggak akan tertekan menjalaninya.” (halaman 74)

Dari segi sampul, saya sangat menyukainya. Gambar sampul itu sangat nyambung dengan alur cerita. Dari sampul, saya sudah bisa bayangkan isi novelnya walau belum membaca sinopsis cerita. Oh iya, Garnet yang saya bayangkan persis sama dengan yang ada di sampul.

Karakterisasi tokoh sangat manusiawi dan sesuai dengan kenyataan yang ada. Walaupun ada karakter yang menurut saya ‘sinetron’ banget, tapi nggak masalah. Karakter itu sangat penting untuk keberlangsungan cerita.

Novel ini sangat relate dengan kehidupan nyata. Zaman sekarang, banyak perempuan berlomba-lomba menjadi cantik. Mereka merubah bagian tubuh yang dirasa kurang sempurna menjadi lebih sempurna. Salah satu cara cepat membuat mereka cantik adalah dengan operasi plastik. Novel ini membahas hal itu dengan lugas.

Kisah Garnet yang dibully karena dibilang jelek, juga nyata terjadi. Ia bahkan sampai ditolak cowok karena dia terlihat kurang cantik. Saya seperti membaca kisah nyata dalam novel ini. Menyedihkan, tapi nyata terjadi.

Pada satu bagian, Rhinky muncul seolah mendinginkan seluruh pemikiran yang selama ini berkecamuk dalam benak orang-orang. Pikirannya sangat terbuka. Walaupun tampan dan cerdas, ia tak pernah men-judge satu orang cantik, ganteng, atau jelek. Munculnya Rhinky seolah menjelaskan bahwa masih ada loh, cowok tidak menomorsatukan penampilan luar sebagai syarat mencari pasangan. Yah, walaupun perbandingannya 1:1.000.000.

“Pasien yang sesungguhnya adalah orang yang sakit yang minta disembuhin. Sedangkan bedah plastik adalah orang-orang sehat yang minta disakitin.” (halaman 94)

Ide tentang cantik dan jelek serta usaha perempuan untuk terlihat cantik, diolah dengan cukup apik oleh penulis. Gaya penceritaannya sederhana hingga mudah dipahami. Konfliknya nggak banyak dan nggak bertele-tele, jadi nggak akan membuat pembacanya pusing dan jenuh. Sayangnya, novel ini diakhiri dengan ‘begitu saja’ oleh penulis.

Saya agak kurang sreg dengan adegan tampar menampar yang ada di akhir cerita. Menurut saya, karakter cowok sejak awal dibuat ‘sempurna’, jangan dirusak dengan satu adegan tamparan. Satu adegan itu sukses membuat saya agak ilfeel dengan karakter si cowok sampai akhir cerita.

Banyak pesan moral yang disampaikan dalam novel ini. Pertama, jadilah diri sendiri. Terimalah dirimu apa adanya, karena itu adalah karunia Tuhan. Kedua, kalau pun kamu ingin merubah diri, berubahlah untuk dirimu sendiri. Jangan pernah kamu berubah karena orang lain, seperti membalas dendam, atau karena sedang menyukai orang lain.

“Karena bagi gue, kecantikan dan keindahan wanita yang sesungguhnya ada pada kebaikan hati, selain penampilan yang jujur dan apa adanya.” (halaman 94)

Novel ini wajib dibaca. Entah oleh perempuan atau laki-laki, novel ini sangat relate dengan keduanya. Saya beri novel ini tiga dari lima bintang. Selamat membaca!

“Sesungguhnya cuma satu yang pasti dan nggak akan bisa diubah walaupun orang berusaha menyangkalnya, semua cewek itu cantik.” (halaman 132)

Judul                             : Uglyphobia

Penulis                         : Queen Soraya

Ilustrasi Sampul         : Eric Alexander

Tahun Terbit               : 2008

Penerbit                       : PT Gramedia Pustaka Utama

Halaman                      : 176 halaman

*Review ini pernah diposting di blog lama saya pada tanggal 29 April 2018

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!
%d blogger menyukai ini: