[Review] Kilovegram – Mega Shofani (2018)
Cinta bukan soal ukuran, bukan soal angka pada jarum timbangan, juga bukan soal wajah yang dipoles riasan. Cinta melibatkan lebih dari itu, yaitu perasaan. (hal 268)
Apa definisi cantik menurut kamu? Berhidung mancung? Berkulit putih? Bertubuh langsing? Berambut lurus? Atau mungkin yang lainnya? Tak dapat dielak bila hal-hal yang sudah saya sebutkan tadi dianggap menjadi syarat wajib agar dapat dikatakan cantik. Banyak perempuan yang melakukan berbagai cara agar memenuhi syarat itu. Baik dengan cara yang aman maupun berbahaya.
Sebenarnya cantik bukan perkara mancung atau tidak, putih atau tidak, ataupun gendut atau tidak. Cantik adalah cara pandang kita terhadap diri sendiri, yang secara otomatis akan memancarkan hal yang sama pada orang lain. Ketika kita percaya diri dan menganggap diri sendiri cantik, orang lain juga akan memandang hal yang sama. Sayangnya, belum banyak menyadari hal itu. Banyak perempuan yang masih menjadikan komentar orang lain menjadi patokan. Padahal yang diucapkan orang lain, belum tentu benar.
Diledekin, diolok-olok, dijadiin bahan tertawaan, itu udah jadi makanan cewek gendut kayak gue. (hal 129)
Adalah Aruna, seorang siswi kelas X SMA yang memilki krisis percaya diri tentang definisi cantik karena tidak memenuhi kriteria yang selama ini digaungkan. Ia mempunyai berat badan berlebih. Berat badannya mencapai 90 kg. Teman-temannya mengatakan bahwa gadis itu sebenarnya cantik, tetapi gendut. Hal itu membuatnya berpikir bahwa kecantikan hanya milik perempuan yang tidak kelebihan bobot badan (hal 22). Akhirnya, ia menjadi bahan olok-olokan teman-temannya, terutama Diana dan Imey. Mirisnya, ia juga tidak punya teman di sekolahnya. Biasanya, ia hanya menghabiskan waktunya dengan satu-satunya sahabat yang ia miliki.
Sahabat Aruna sejak kecil itu bernama Raka. Raka diceritakan sebagai laki-laki yang mempunyai banyak penggemar. Ia sangat populer, aktif dalam kegiatan OSIS, dan mempunyai wajah yang rupawan. Ia juga supel, tak heran bila ia memiliki banyak teman. Meskipun begitu, ia tetap menjadi teman gadis itu, baik di sekolah maupun di rumah. Ia selalu membantu dan membela Aruna bila sedang diejek oleh kawan-kawannya. Bahkan, saat istirahat tiba, ia rela menemani Aruna makan, karena tahu bahwa gadis itu tidak punya banyak teman.
Konflik dimulai ketika Nada, sepupu Aruna, memilih melanjutkan SMA di sekolahnya. Nada begitu baik, kalem, aktif, dan cantik. Intinya, Nada memiliki banyak kelebihan yang tidak dimiliki Aruna. Awalnya, gadis itu sangat senang dengan kehadiran Nada, karena di sekolah, ia memiliki teman bicara selain Raka. Namun ternyata, semenjak kehadiran sepupunya itu, hubungannya dengan Raka menjadi sedikit renggang. Raka lebih sering menaruh perhatian pada Nada dibanding dirinya.
Ia tidak akan berubah dan tidak akan ada perubahan dalam dunianya kecuali ia sendiri yang mengubahnya. (hal 90)
Aruna kesal karena kini semua orang meninggalkannya dan lebih senang berteman dengan Nada, termasuk Raka. Hal itu membuatnya bertekad untuk melakukan berbagai cara agar bisa sama seperti Nada. Kurus. Ia ingin kurus agar perhatian Raka padanya tidak teralihkan oleh Nada dan persahabatannya kembali seperti dulu. Selain itu, ia juga ingin merasakan punya teman dan pacar, seperti remaja pada umumnya. Karena ia berpikir bahwa perempuan tambun sepertinya belum pantas punya pacar sebelum langsing (hal 78). Ia coba segala cara agar bisa kurus, bahkan dengan cara yang berbahaya untuk kesehatannya.
Kalau percaya diri, semua pakaian terlihat pantas di tubuh lo. Lo harus percaya sama diri lo sendiri. (hal 107)
Konflik dalam Kilovegram ringan dan mudah dijumpai di kehidupan sehari-hari. Disampaikan dengan gaya bahasa yang santai khas remaja, novel ini dapat menjadi salah satu pilihan bacaan yang menghibur tapi tidak membuat pusing. Masalah yang terjadi pada Aruna dan ikhtiarnya agar terlihat cantik, dapat menjadi bahan refleksi. Bagaimanapun penampilan diri, tetap harus percaya diri. Apalagi bagi kaum hawa yang berusaha tampil sempurna. Buku ini menguraikan bahwa cantik tidak harus kurus. Di luar sana ada perempuan bertubuh tambun berprestasi pada bidang-bidang tertentu, yang justru lebih banyak diisi oleh pemilik tubuh langsing.
Secara umum, novel ini juga mengajarkan agar tidak putus asa dengan keadaan fisik. Bila memiliki kekurangan jangan lekas menyerah. Dari kekurangan itu seharusnya kita menonjolkan diri sendiri, sehingga bisa menjadi ciri khas yang dapat menjadi nilai lebih. Contohnya seperti Aruna. Tubuhnya yang gemuk tidak menghalanginya untuk tetap mengikuti kontes modeling. Hal itu seharusnya dilakukan, bukan malah mengubah diri menjadi sempurna, dengan cara-cara yang instan yang malah membahayakan diri sendiri.
Zaman sekarang kalau malu berekspresi dan berkarya, terus mau jadi apa? Sayang sekali kalau hanya karena malu sampai menghalangi kamu untuk membuktikan kualitas diri kamu sendiri? (hal 98)
Disamping itu semua, saya juga merasa ada yang mengganjal. Kegiatan Masa Orientasi Siswa dalam novel ini rasanya kurang relevan dengan masa sekarang. Saat ini kegiatan MOS sudah tidak diperbolehkan lagi menggunakan perpeloncoan. Kegiatannya diganti dengan pemberian materi dan pengenalan sekolah. Sedangkan pada novel ini dituliskan Aruna harus push up seratus kali. Tak hanya itu, semua peserta MOS juga menggunakan tas selempang dari karung beras dengan tali rafia dikepang (hal 8).
Bully-an yang dilakukan oleh Diana dan Imey menurut saya terasa agak berlebihan. Saya merasa malah seperti membayangkan adegan sinetron. Karakter mereka yang diceritakan sebagai tukang gosip, selalu merasa iri hati, hingga merasa paling sempurna juga terasa begitu mengganggu. Meskipun sejak awal sudah diberitahu alasan mereka tidak menyukai Aruna, tetap saja karakter dua orang ini kurang realistis. Karena saya percaya bahwa tidak ada antagonis mutlak. Selalu ada sisi baik dari tokoh jahat dalam sebuah cerita. Hal baik itulah yang kurang ditunjukan. Untung saja dipertengahan hingga akhir cerita ada adegan yang membuat salah satu karakter ini jadi lebih manusiawi.
Berbeda dengan Diana dan Imey, karakter Nada terlalu sempurna. Dia seolah memiliki semuanya. Bahkan ketika tahu kebenaran mengenai perasaan Raka di akhir cerita, ia tetap legowo dan ikhlas. Sebenarnya karakter ini bagus dan mendukung cerita, tapi lebih bagus lagi bila diberi kekurangan juga. Karakter ini terlalu sempurna untuk menjadi nyata.
Selain mengenai karakter, dalam penulisan juga ada beberapa kata yang salah ketik. Ada pula kata yang menurut saya kurang cocok bila digunakan dalam percakapan anak SMA. Seperti kata mendua di halaman 45, akan lebih sesuai bila kata itu diganti dengan selingkuh.
Nggak pernah bener-bener ada persahabatan antara cewek dan cowok. (hal 197)
Terlepas dari hal-hal di atas, novel Kilovegram ini tetap menarik dengan kisah friendzone tokoh utamanya. Cerita tentang jatuh cinta pada sahabat sejak kecil memang sudah biasa. Namun, novel ini bisa memadukan hal itu dengan krisis kepercayaan diri tokoh utamanya dengan apik. Dari situ juga ditunjukan bahwa orang bertubuh tambun seperti Aruna pasti akan mendapatkan cintanya. Karena rasa sayang bukan perkara angka pada jarum timbangan, melainkan perasaan tulus yang tumbuh dari dalam hati (hal 268).
Buku ini wajib dibaca sebagai motivasi dan bahan renungan agar lebih mencintai diri sendiri apa adanya.
Judul : Kilovegram
Penulis : Mega Shofani
Cetakan : Pertama, 2018
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 272 halaman
ISBN : 978-602-03-7915-9
*Review novel ini pernah dimuat di blog lama saya pada tanggal 30 Juni 2018