Menilik Efektifitas Pendidikan Karakter Selama Pandemi
Pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung selama delapan bulan, tak hanya mengguncang dunia kesehatan dan ekonomi, tetapi juga dunia pendidikan. Sekolah yang semula dilakukan di luar jaringan, dipaksa untuk beralih ke dalam jaringan. Hal tersebut menuntut guru, siswa, dan orang tua untuk cepat beradaptasi. Manusia dipaksa untuk berbenah, piranti penunjang pembelajaran juga harus dilengkapi demi tercapainya kegiatan belajar yang diharapkan.
Meskipun begitu, Kemendikbud telah menerbitkan Surat Edaran Sekjen Kemdikbud No. 15 tahun 2020 tentang tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar Dari Rumah Dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19.. Isinya menekankan bahwa pembelajaran jarak jauh dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna, tanpa terbebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum.
Namun, dikeluarkannya surat edaran tersebut tak berdampak banyak pada pembelajaran. Pasalnya, banyak siswa yang mengeluh terbebani dengan tugas yang diberikan guru. KPAI menerima banyak aduan terkait hal tersebut. Bahkan muncul kasus siswa yang bunuh diri disebabkan beratnya beban tugas daring. Kasus tersebut menjadi sentilan bagi pelaku dunia pendidikan, bahwa kendala selama pembelajaran jarak jauh tidak bisa dinafikkan .
Faktanya, pembelajaran daring ini sejak awal menemui banyak kendala yang belum terselesaikan sampai sekarang. Hasil survei pada 2.201 responden yang dilakukan SMRC menunjukan bahwa sebanyak 92 persen siswa memiliki masalah yang mengganggu dalam pembelajaran daring. Dalam survei lainnya, SMRC menunjukan beberapa problem yang menjadi tantangan siswa.
Menurut 3.839 tanggapan responden, sebanyak 38 persen siswa merasa kurang bimbingan dari guru. Tantangan lainnya adalah akses internet yang tidak lancar, tidak memiliki gawai yang memadai, tidak bisa mengakses aplikasi belajar daring, dan kurang dampingan dari orang tua.
Untuk menaklukan tantangan tersebut, dibutuhkan partisipasi aktif seluruh pelaku pendidikan, baik itu perkara metode guru dalam mengajar, kesiapan peralatan penunjang pembelajaran, hingga dukungan dari orang tua.
Pendidikan Karakter selama Pandemi
Dari sekian banyak kendala yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), ada satu hal yang jarang diulik oleh banyak orang, yakni seputar pendidikan karakter. Padahal pendidikan inilah yang justru sangat urgen untuk diberikan pada siswa. Karena, selama ini banyak yang pintar secara intelektual, tetapi memiliki karakter yang kurang.
Ketika pembelajaran luring, pendidik bisa secara langsung mengawasi dalam pelaksanaan pendidikan karakter. Akan tetapi, saat pembelajaran jarak jauh seperti saat ini, hal itu tidak bisa dilakukan secara maksimal sehingga kurang efektif. Internet dan segala perkembangan teknologi memang dapat membantu untuk mentransfer pengetahuan, tetapi tidak demikian dengan pendidikan karakter.
Guru sangat kesulitan untuk mendidik dan menilai karakter siswa secara objektif. Pasalnya, durasi pertemuan dengan siswa sangat terbatas, sedangkan tuntutan untuk tetap menilai sikap masih ada. Akhirnya, pemberian materi pendidikan karakter juga tidak maksimal.
Fenomena Terbalik
Kasus yang cukup menarik adalah fenomena terbaliknya situasi kelas. Ada sebuah kasus siswa yang di sekolah tampak biasa saja, tetapi saat pembelajaran daring nilainya melonjak tajam. Namun, ada pula yang bisanya menjadi bintang kelas, tetapi prestasinya anjlok. Setelah ditelusuri, ternyata perbedaan di antara keduanya adalah karakter siswa.
Kedua contoh kasus tersebut agaknya dapat menjadi cermin bahwa hasil belajar siswa selama pandemi tidak benar-benar merepresentasikan kemampuan siswa. Orang tua yang terlalu perhatian juga membuat siswa terlena dan tidak mandiri dalam mengerjakan tugas dan ujian daring. Pun dengan ayah ibu yang kurang peduli dengan buah hatinya karena sibuk bekerja.
Sering pula ditemui kasus tugas atau ujian siswa dikerjakan oleh orang tua atau guru les. Hal tersebut tentunya sangat berpengaruh dengan karakter siswa, terlebih pandemi tidak bisa diprediksi waktu selesainya. Anak menjadi tidak mandiri, kurang jujur, dan rasa ingin tahu tak tumbuh. Lalu apa yang harus dilakukan agar pendidikan karakter tetap bisa diberikan meski pembelajaran dilakukan jarak jauh?
Kerjasama Berbagai Pihak
Menurut penelitian yang dilakukan pada 178 orang tua murid dari tingkat TK sampai dengan SMU menunjukan bahwa orang tua siswa tidak dapat sepenuhnya melakukan pendidikan karakter terhadap anaknya tanpa bantuan guru. Meskipun dalam suasana pandemi, orang tua masih percaya bahwa pendidikan karakter di bawah bimbingan guru tetap diperlukan demi terciptanya tujuan pendidikan nasional Indonesia.
Ajaran Ki Hajar Dewantara tentang Tri Pusat Pendidikan agaknya sesuai diterapkan pada pandemi seperti sekarang. Kerjasama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat untuk membentuk karakter siswa sangat penting dilakukan. Apabila sebelum pandemi ada orang tua yang menyerahkan seluruh pendidikan putranya ke sekolah, sekarang adalah saatnya untuk memperbaiki hal itu dan kembali ke ajaran yang tepat.
Orang tua memberikan pendidikan karakter dalam kehidupan sehari-hari, dengan contoh nyata sedikit demi sedikit. Hal tersebut kemudian dikuatkan oleh guru saat tatap muka melalui zoom meeting atau google meet. Praktik langsung dapat dilakukan di lingkungan sekitar rumah, tentu menggunakan protokol kesehatan yang ketat.
Menciptakan generasi muda dengan karakter yang teguh memang harus dimulai dalam lingkungan terkecil, yakni keluarga. Ketika bibit kebiasaan mulai terbentuk, maka akan otomatis dilakukan anak di manapun dia berada. Hal itu disiram dan dipupuk oleh pendidikan di sekolah yang berujung dengan aplikasi langsung di masyarakat.
Meskipun tak seefektif ketika pembelajaran di kelas, setidaknya pendidikan karakter tetap diberikan pada siswa. Karena masa depan Indonesia tak hanya ditentukan oleh generasi muda cerdas intelektual saja, tetapi juga yang berkarakter kuat.
Referensi:
katadata.id
news.detik.com
regional.kompas.com
bkdjakarta.kemenang.go,id
#OneDayOnePost
#TantanganPekan9
#ODOPBacth8